Mohon tunggu...
Bahsuan_Anin
Bahsuan_Anin Mohon Tunggu... Guru - Anin Lihi

Anin Lihi lahir di Amaholu Seram Bagian Barat. Adalah anak ke 7 dari 9 bersaudara. Hidup sederhana dan berusaha menyebar manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cangihnya Pembuatan Hamota

17 Februari 2018   21:07 Diperbarui: 17 Februari 2018   21:10 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring perkembangan kehidupan manusia kampung, kesibukan mereka sesuai dengan propesi kerja yang ditekuni kalau bukan sebagai pelayar, Nelayan dan Pedagang berarti mereka hidup sebagai petani. Adapun menjadi petani, khususnya petani hamotamaka harus mampu menghadapi setiap tantangan, baik terik matahari, derasnya hujan, gunung-gunung terjal, jauhnya perjalanan dan buasnya binatang.

Hamotaa dalah jenis kebun yang dipagari, nama hamota ini dikenal dalam suku Buton, yakni suatu kebun khusus yang ditanami dengan kasubi (singkong/ubi kayu), mereka lebih banyak menanam kasubi karena jenis makanan inilah yang menjadi kebutuhan pokok mereka, yang mereka olah menjadi beberapa jenis makanan pokok, diantaranya ambaldan Sangkola/kasoami/suami.

Tantangan terbesar bagi petani hamotabukanlah panasnya terik matahari, hujan deras, perjalanannya yang jauh, dan gunung-gunung yang terjal, bagi mereka itu hal biasa, namun yang menjadi tantangan terbesar dari dahulu hingga sekarang yakni binatang buas (babi) itu, maka untuk menanganinya membutuhkan beragam cara jitu, semakin canggihnya teknologi sepertinya semakin canggih pula cara-cara binatang itu merusak kebun dan isinya. 

Apalagi hamota yang terbuat dari papan dan kayu, rentan sekali dari serangan binatang buas itu. Kecuali kebun-kebun yang terbuat dari pagar batu, itu aga sedikit nyaman, namun minim dan beratnya batu tidak mungkin seluruh kebun-kebun, mereka buat dengan batu, terkecuali di area perkebunan yang banyak batunya.

Seiring perkembangan zaman, terasa semakin ganasnya binatang buas itu, sebab mempengaruhi kebutuhan ekonomi masyarakat khususnya makanan pokok mereka ubi, ketidak mempanan pagar kayu terhadap serangan binatang itu, terpikirkanlah oleh mereka dengan cara-cara yang lebih canggih. Dibuatlah jaring yang mengelilingi pagar, namun karena tidak bertahan lama dan binatang buas itu dapat pula beroperasi, maka datang lagi ide baru, yakni pagar kebun mereka buat dari atap seng, baik seng-seng bekas maupun yang baru mereka beli, di bawahnya mereka buat pula dengan kaela/dadeso(jerat) yang diikat di tali yang mengelilingi pagar kebun mereka. Jerat itu terbuat dari nika (tali pancing) ukuran besar.

 Dengan cara inilah baru masyarakat kampung merasa  agak nyaman dari serangan binatang buas itu, cara inilah ramai  dilakukan oleh masyarakat Buton untuk melindungi tanaman pokok mereka dari serangan binatang buas itu. Khususnya bagi mereka yang hidup di Pesisir Barat Seram Huamual (PBSH).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun