Mohon tunggu...
Anifa
Anifa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Ide

Saya suka menulis untuk menumpahkan isi pikiran dan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Solusi untuk Polusi Jakarta dari Seorang Rakyat Biasa

29 Agustus 2023   08:46 Diperbarui: 29 Agustus 2023   08:53 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agustus 2023 ini saya punya kesempatan untuk mengunjungi Jakarta setelah terakhir kali saya ke sini tahun 2016. Pertama, saya berdecak kagum mendapati alat transportasi publik seperti KRL, MRT dan TJ (sebutan orang Jakarta untuk Trans Jakarta) semakin membaik. 

Saya sedikit bisa merasakan bahwa kemajuan transportasi di Jakarta ini seperti sebuah port folio kemajuan Indonesia di masa depan. Selain transportasi, di banyak bagian di Jakarta Pusat, trotoar-trotoar tampak semakin lebar. Saya begitu menikmati berjalan kaki dari Sarinah sampai Grand Indonesia. Namun, begitu saya mendongak ke langit, ada sesuatu yang cukup memilukan hati. Polusi udara Jakarta memang seburuk yang disiarkan media. Langit tampak berkabut dan keruh. Sangat jarang kita bisa melihat langit biru di ibukota tercinta ini. 

Polusi udara Jakarta yang buruk ini pastinya terjadi karena beberapa sebab. Tanpa saya harus mengulik portal-portal berita daring, asap kendaraan pastinya menjadi salah satu dari sekian penyebab. Ada begitu banyak mobil dan sepeda motor di sini. Dan setelah saya membaca satu artikel dari CNN Indonesia, ternyata ada beberapa penyebab lainnya: PLTU , Kahutla, dan El-Nino. Cukup kompleks! 

Nah, dengan kompleksitas seperti ini, sebagai raksyat jelata, apa yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan kualitas udara ibukota. 

Penyebab yang berasal dari 16 PLTU di sekitar Jakarta pastinya akan sulit kita kendalikan. Kita butuh PLTU untuk menyediakan listrik bagi kelangsungan hidup kita. Selain itu kita juga perlu mendalami, apakah PLTU-PLTU ini memang menjadi penyebab utama? Saya tidak tahu kapan PLTU-PLTU ini dibangun. Seandainya waktu pembangunan PLTU ini memang berbanding lurus dengan kenaikan polusi di udara Jakarta, maka pemerintah (terutama kementerian lingkungan hidup) harus bergerak cepat untuk memberikan solusi. 

Saya adalah warga Jepara yang setiap hari bisa melihat asap yang keluar dari PLTU Tanjung Jati. Asapnya memang sangat banyak. Lalu, sebagai rakyat jelata, apa yang bisa kita lakukan terkait dengan penyebab polusi dari PLTU ini? Berhemat menggunakan listrik tentunya. Kurangi penggunaan listrik jika memang tidak perlu. Gerakan semacam ini memang terkesan sangat tidak berdampak jika dilakukan oleh sepuluh orang. Namun, jika seluruh penduduk Jakarta yang berjumlah 11 jutaan ini melakukan hal yang sama, maka beban listrik pasti akan berkurang dengan cukup signifikan. Ketika beban listrik berkurang, diharapkan PLTU tidak akan terlalu menggenjot produksi listriknya dan penggunaan batu bara pun bisa dikurangi. 

Mungkin ada yang bertanya,"Jakarta ini panas banget loh? Mana mungkin kita gak pakai AC? Masak kita panas-panasan?" 

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya akan berpegang pada prinsip mengurangi. Jika 26 derajat sudah cukup untuk mendinginkan badan, maka janganlah temperaturnya diturunkan terus sehingga daya listri yang dipakai bisa berkurang. 

Hal signifikan lain yang bisa dilakukan individu untuk mengurangi polusi udara adalah mengurangi/tidak menggunakan kendaraan pribadi. Terdengar cukup mustahil bagi para elit (yang punya banyak duit dan posisi tinggi). Seperti yang saya tulis di bagian pembuka tulisan ini, banyak pilihan transportasi umum di Jakarta. Mau naik KRL yang sudah mencakup seluruh wilayah Jabodetabek bisa, Trans Jakarta juga bisa. Agustus ini saya tinggal di Karawang dan setiap akhir pekan saya pergi ke Jakarta menggunakan KRL. 

Hindari menggunakan Gojek atau Grab. Ini karena keduanya adalah layanan transportasi pribadi. Kalau tidak jauh, usahakan berjalan kaki. Bawa bekal makanan dari rumah untuk mengurangi penggunaan layanan antar makanan dengan kendaraan. Kalau terpaksa harus pesen, usahakan memesan makanan dengan jarak terdekat untuk menghindari emisi karbon yang dikeluarkan kendaraan. Jadi, jika penduduk sudah mulai memakai transportasi umum, hendaknya pemerintah juga semakin meningkatkan pelayaan dalam sektor ini untuk menekan pemakaian kendaraan pribadi. 

Tunggu? Berjalan kaki? Poin ini sepertinya tidak solutif. Kenapa? Tak semua badan jalan di Jakarta memiliki trotoar yang lebar dan bagus. Berdasarkan pengalaman saya, hanya jalan-jalan besar di kawasan Jakarta Pusat dan kawasan-kawasan pariwisata yang sudah diberikan fasilitas premium ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun