Elita Sitorini (no.443)
Brak!!..Alya membanting pintu kamar. Dicopotnya sepatu dengan kasar, lalu dilemparnya. Oups, hampir saja mengenai sepasang boneka berpakaian kimono dari keramik. Untung meleset. Ditariknya kerudung yang membungkus kepalanya, juga dengan kasar. Lalu dihempaskannya tubuhnya ke ranjang. Napasnya memburu, wajahnya kemerahan menahan amarah.
Ibu yang sedang berada di dapur hanya menggelenggkan kepala menyaksikan ulah putri semata wayangnya. “Ah, Alya pasti lagi kesal. Selalu begitu kalau kesal, banting pintu, banting tas,” pikir ibu. Meski anak perempuan, sikap Alya kadang cenderung kasar. Apalagi kalau dia sedang kesal, pasti semakin mudah naik darah.
Di kamar, Alya sedang meremas-remas boneka beruang berbulu cokelat. Boneka itu hadiah ulangtahun dari sahabatnya Anya. Tapi, saat ini Alya sedang benci setengah mati dengan sahabatnya yang berkaca mata itu. Selain berhasil mendapat nilai tertinggi untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran yang sangat disukai Alya, Anya juga bercerita bahwa dia baru saja membeli kerudung baru. Kerudung itu warnanya biru. Sama persis seperti kerudung baru milik Alya.
“Dia kan tahu aku tidak suka disamai. Katanya sahabat, tapi menyebalkan,” gerutu Alya. Padahal, selama ini Anya tidak pernah begitu. Dia selalu memilih barang yang berbeda dengan sahabatnya. Tak pernah ada barang milik Alya dan Anya yang sama. Meski, mereka membeli bersama-sama, baik model maupun warna, tak pernah sama. Kalau Alya memilih warna ungu, maka Anya akan memilih warna hijau. Pokoknya, berbeda.
Namun, sekali ini Anya membuat kesalahan. Dia melanggar perjanjian yang sudah mereka setujui. Anya memilih warna yang sama. Alya berharap Anya berbohong. Tapi, tadi sewaktu pulang sekolah, Anya menunjukkan kerudungnya sewaktu Alya mampir ke rumah Anya. Kerudung itu sama persis, baik warna maupun model. Dan yang membuat Alya kesal, Anya mengatakan bahwa dia sangat ingin kerudung itu.
“Sekarang harus bagaimana. Aku tidak mungkin membeli kerudung baru. Tabunganku sudah menipis. Ibu pasti tidak mengijinkan aku membeli kerudung baru,” pikir Alya.Tiba-tiba dia mendengar ibu memanggil untuk makan siang.
“Alya, makan yang banyak. Kalau sedikit begitu nanti bisa sakit. Kegiatanmu kan banyak. Katanya sebentar lagi mau ikut lomba baca puisi,” kata ibu.
“Nggak pengen makan bu. Masih kesal, huft,” jawab Alya sambil meletakkan sendok dan garpunya ke piring yang masih penuh dengan makanan. Ibu heran, tidak biasanya Alya kesal sampaii tidak mau makan. Apalagi, menu siang ini sangat lezat, ayam goreng dengansambal dan sayur asam Jakarta. Hmmm yummy. Tapi, Alya bergeming.
“Baiklah. Pasti ada masalah. Ceritakan pada ibu, Nak,” bujuk ibu. Lalu, setelah menghela napas panjang, meledaklah seluruh kekesalan Alya. Dia menceritakan pada ibu tentang masalah kerudung biru itu. “Aku nggak mau tampil kembaran sama dia, Bu. Ini bisa membuatku malu,” keluhnya.
Mendengar keluh kesah Alya, ibu hanya bisa tersenyum. “Alya, kamu tidak boleh seperti itu. Kamu tidak boleh memaksakan kehendakmu kepada orang lain meski dia sahabatmu sendiri,” nasihat ibu. “Masih ada jalan untuk membuat kerudung birumu tampil cantik dan berbeda dengan punya Anya,” kata ibu lagi.
“Wah, benar Bu?. Aku tidak perlu kerudung baru lagi supaya bisa tampil beda?,” kata Alya dengan wajah bersinar. Ibu mengangguk. Lalu, ibu meminta Alya menghabiskan makanannya, mencuci piring, dan setelah itu pergi ke ruang tengah sambil membawa kerudungnya. Alya berdebar-debar, dia sangat penasaran menunggu kejadian selanjutnya.
Ibu datang sambil membawa peralatan jahit-menjahit. Dan ooh ada lagi, seuntai kalung yang terbuat dari bebatuan cantik berwarna biru tua. Duduk di samping Alya, ibu mengambil kerudung birunya, mengamatinya sebentar, lalu tiba-tiba menggunting benang yang menyatukan untaian bebatuan cantik berwarna biru. Alya membelalak terkejut. “Lho, kok kalungnya dirusak, Bu?,” katanya.
“Sayang, ini tidak dirusak. Kalung ini bisa kita jadikan hiasan yang lain. Lagipula, kalung ini sudah lama menjadi milik ibu,” kata Ibu. Dengan cekatan ibu mulai menyatukan kembali batu-batu berwarna biru tua itu. Tapi, tidak di sehelai benang, melainkan menjahitkannya di sekeliling kerudung biru Alya. Wah, kerudung Alya langsung berubah menjadi cantik.
“Lihat, sekarang kerudungmu cantik bukan? Makanya, tidak perlu marah-marah,selalu ada penyelesaian untuk setiap masalah. Tidak perlu memaksakan kehendak pada orang lain kalau hanya ingin tampil beda,” nasihat ibu panjang lebar. Alya mengangguk mengerti. Dia menyesal sudah marah-marah pada Anya.
Ketika hari pelaksanaan lomba membaca puisi, Alya tampil penuh percaya diri. Kerudung birunya tampil cantik. Bahkan, Anya memuji penampilan Alya. Ah, sekarang Alya tahu cara untuk tampil beda. Tidak perlu memaksakan kehendak pada orang lain, dia hanya perlu mengasah kreativitas agar barang-barangnya menjadi berbeda. (lie)
http://www.kompasiana.com/androgini
https://www.facebook.com/groups/175201439229892/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H