Namun pada kenyataan nya wali murid masih terbebani dengan biaya sekolah yang menumpuk. Pendidikan gratis disini hanya SPP dan uang gedung, namun semua fasilitas penunjang sekolah harus bayar, dan ini yang membikin tidak sehat.
Mafia pendidikan bebas bermain di sekolah, asal ada legitimasi dari dewan pendidikan (DPR) dan ekskutif. Rakyat kecil yang nota bene mereka adalah orang miskin tidak bisa berkutik.Â
Aturan di buat memang sedemikian rupa sehingga seolah-olah memihak warga kelas kere, tapi realisasinya tidak sama sekali terjadi perubahan yang signifikan. Yang miskin makin miskin karena dibodohi oleh mereka para perampok berdasi, dan yang kaya makin kaya karena sistem yang di bangun sangat halus sehingga para elit politik dan birokrasi dalam mengeruk pendanaan dari warga miskin.
- PKH (Program Keluarga Harapan)
- Dinas Sosial yang kali ini mungkin bisa juga menjadi referensi dalam pemecahan masalah pendidikan. Pasalnya dalam program tersebut terdapat item yang menyebutkan bahwa syarat keikut pesertaan PKH adalah :
- Warga miskin
- Memiliki balita
- Ibu hamil
- Memiliki anak sekolah SD,SMP, SMA
- Lansia diatas 60 tahun
- Difabilitas berat
- Warga miskin ini nanti yang di verifikasi oleh pendamping PKH dan berhak mendapatkan bantuan PKH yang akan di cairkan setiap tiga bulan sekali melalui ATM BNI.
- Dalam pencairan dana PKH terdapat bantuan yang salah satunya di peruntukkan bagi anak sekolah. Besaran bantuan berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah tanggungan di keluarga. Saya langsung bahas untuk besaran bantuan anak sekolah berbeda-beda, tergantung pada tingkat jenjang pendidikannya. Untuk SD Rp. 900.000,- , SMP RP. 1500.000,- serta SMA Rp. 2000.0000,-
- Bantuan ini di peruntukkan bagi kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan gizi anak.
- Lantas mengapa masih banyak juga anak-anak terlantar dan tidak sekolah? Padahal pemerintah sudah mensuport dana besar untuk warga miskin (katanya).
- Pasifnya campur tangan birokrasi desa dalam memperjuangkan BDT (basis data terpadu)
- Lemahnya birokrasi pemerintah desa dalam mendeteksi kemiskinan warganya bisa disebabkan adanya muatan politis yang mana di masyarakat desa terdapat orang nya lurah dan rival politik lurah. Dil-dil politik biasanya dilakukan sebelum adanya pencalonan sehingga muncul blog-blog pendukung dan rival. Masing-masing calon lurah biasanya menjanjikan sesuatu yang nanti bisa jadi rekan apa saja saat dia menjadi petinggi di desa.
- Idealnya pasca pemilihan kepala desa, lurah memiliki kewajiban yang harus dilakukan terhadap warganya tanpa membeda-bedakan mana yang pro dia maupun yang rival.
- Pihak-pihak lain yang belum disebutkan yang mungkin ikut menyumbangkan masalah semrawutnya sistem pendidikan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H