Mohon tunggu...
Siti Lestari
Siti Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang Merdeka

Menulis adalah Nafas.\r\nBs mengenal-Nya.\r\nBs hidup bersama-Nya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manakala Perempuan Berdaya

19 Desember 2014   15:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:58 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perempuan adalah sosok yang unik. Masing-masing perempuan sebenarnya dibekali oleh Tuhan dengan potensi yang berbeda, sama halnya dengan laki-laki. Oleh karena itu dalam kehidupan social masyarakat laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang setara, tugas dan fungsi yang seimbang. Peran perempuan dalam kehidupan social masayarakat bisa dikatakan mengalami ketimpangan gender jikalau dari diri perempuan itu sendiri merasa tidak berdaya, tidak ada keyakinan untuk bisa setara dan masih bergantung terhadap susuatu yang membuat dirinya merasa nyaman.

Lalu, cakupan berdaya itu sendiri meliputi apa saja ya ?

Pertama, Intelektualitas _perempuan yang cerdas memiliki eksistensi yang berbeda dibanding dengan perempuan yang tidak memiliki kecerdasan intelektual. Kemampuan dirinya dalam brinteraksi dengan masyarakat luas akan membawa dirinya menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan berdampak pada penghargaan lebih dari masyarakat sekitar tempat dia hidup dan bermukim.

Oleh karena itu dalam kondisi apapun perempuan wajib sekolah, hal ini untuk menghindari buta huruf yang sehingga jauh pada kata tertindas dalam budaya perempuan sebagai konco wingking. Dengan program wajib belajar 9 tahun sebenarnya sudah cukup membantu membebaskan perempuan dari keterpurukan dalam mendapatkan akses informasi dan pengetahuan. Langkah awal dari pemerintah ini sepatutnya mendapat apresiasi dari perempuan itu sendiri dalam mewujudkan cita-citanya yang tidak hanya sekedar cita-cita sederhana saja. Bagi saya sendiri melanjutkan ke bangku kuliah adalah wajib. Dengan begitu kita setiap hari berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki kapasitas yang sama yaitu mahasiswa sebagai penduduk kampus. Lingkungan kampus akan meruncingkan nalar berfikir kritis kita sebagai perempuan.

Kecerdasan intelektual ini yang nantinya bisa menggiring perempuan untuk bisa lebih berfikir mandiri dan bebas dari tekanan. Apa yang dia fikirkan tentang apapun, tidak lagi takut pada mitos ataupun balak sehingga pola pikir primitive benar-benar dia buang dalam kehidupannya.

Setelah kecerdasan intelektual sudah terbangun, selanjutnya yang ke dua yang tidak kalah pentingnya adalah berdaya secara ekonomi. Perempuan yang cerdas akan mapu mengelola yang menjadi potensi dirinya. Kemudian melihat potensi sumber daya yang ada disekitanya sehingga dia bisa hidup dari kemampuan mengelola sumber daya yang ada disekitar dan dijadikanlah peluang usaha bagi dirinya. Konsekwensi dari hal tersebut yang membuat dirinya tidak tergantung pada pihak lain, karena merasa secara ekonomi dia bisa survive. Biasanya perempuan seperti ini secara psikologis memiliki karakter yang kuat, pantang menyerah, berani mengambil resiko dalam berekspresi. Dari sisi religius memiliki kekuatan dan keleluasaan untuk berkeyakinan menjalankan ajaran yang diyakini kebenarannya tanpa takut pada ancaman dan gangguan dari pihak lain.

Faktor yang penghambat ketidakberdayaan perempuan (sulit survive)

Kooptasi dan hegemoni yang terlalu kuat. Contohnya lingkungan sekitar yang tidak mendukung upaya survive nya, seperti suami, orang tua dan budaya, yang membatasi ruang geraknya dalam berekspresi. Biasanya perempuan seperti ini tidak memiliki jiwa tertantang yang lebih karena dirinya sudah terlalu nyaman hidup dizona nyaman, secara ekonomi sudah terpenuhi apa yang dia inginkan. Konsekwensinya, kehidupn yang sudah bergantung pada orang lain meskipun suami sendiri yang nota bene wajib menafkahi keluarga akan berdampak pada karakter perempuan dalam kehidupan jikalau suami tidak lagi bisa menafkahinya. Suply financial dari pihak manapun berdampak pada tingkat kenyamanan kehipunan seseorang dan membuat orang itu tidak terasah kemampuannya dalam upaya survive secara ekonomi.

Sedangkan factor pendukung perempuan bisa survive diantaranya terinspirasi dari pihak lain yang mampu menggugah keinginannya untuk bangkit dan membangun jati diri nya menjadi perempuan berdaya secara intelektual, ekonomi, social dan spiritual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun