Pilkada DKI putaran pertama sudah selesai dan kita semua sudah tahu hasilnya, harus ada putaran 2 dan kita tahu sebaran kantong suara masing-masing calon.
Meski untuk putaran 2 dilarang ada kampanye tapi kampanye hitam justru melanda masyarakat keturunan Tionghoa yang mayoritas memilih calon nomor urut 2, mereka dituduh rasis, padahal mereka memilih berdasarkan rasionalitas, mereka memilih bukan atas dasar etnis/agama, tapi atas dasar prestasi/kinerjanya.
Sesungguhnya masyarakat etnis Tionghoa sangatlah rasional, misalkan sajaa jika dalam pilpres2019 nanti ada pilihan antara Jokowi dan nHary Tanoe saya yakin 90â„… lebih akan memilih Jokowi yang berbeda etnis/agamanyaa.
Sebaliknya justru kisruhnya pelaksanaan Pilkada DKI disebagian TPS yang menyebabkan ribuan dan mungkin puluhan ribu calon pemilih yang dihilangkan hak pilihnya padahal mereka sudah berada di TPS menimbulkan tanda tanya besar, kenapa hal demikian bisa terjadi dan hanya terjadi dikantong suara Ahok, sangat bisa dicurigai sebagai kesengajaan untuk membendung kemenangan Ahok diputaran pertama, dicurigai ada pihak yang secara mati-matian dan berkelanjutan tidak ingin Ahok menang baik dari kelompok tertentu maupun secara pribadi masing-masing.
Sebenarnya sah-sah saja orang berharap Ahok kalah, tapi caranya harus yang baik, bukan dengan kecurangan, karena kecurangan menghalang-halangi orang menggunakan hak pilihnya adalah satu bentuk kejahatan dasar yaitu menghilangkan hak azasi dalam berdemokrasi.
Yang paling gila tentu kemunafikan sebagian orang yang menuduh orang lain rasis karena pilihannya, karena kebetulan ada kesamaan etnis/agama dari yang dipilih dan yang memilih maka dituduh rasis, apakah etnis Tionghoa tidak boleh memilih calon dari etnis Tionghoa juga? Yang kebetulan kinerjanya sangat bagus, padahal sangat besar kemungkinan etnis Arab juga memilih Anies yang kebetulan turunan Arab juga, walau tak jelas kinerjanya, tapi bukan itu poinnya, sekali lagi saya katakan rata-rata etnis Tionghoa di Indonesia berpikir rasional, siapa yang punya prestasi dan kinerja baik maka dialah yang dipilhih, bukan karena kesamaan etnis/agama
Memilih orang yang belum jelas kinerjanya, apalagi pernah dipecat saat jadi menteri sesungguhnya sangat aneh, tapi tak apalah, karena sah-sah saja orang memilih siapapun, meski sesungguhnya dasar pemilihannya hanya karena kesamaan etnis/agama mungkin itu yang disebut rasis, tak peduli sehebat apapun orang lain, kalau beda etnis/agama tak dilirik sama sekalii, tapi kadang juga sulit disebut rasis, lebih karena kebanggaan salah satu anggota kelompoknya bisa jadi gubernur, walaupun sesungguhnya memilih gubernur adalah untuk bekerja dengan baik bukan untuk kebanggaan semata.
Kampanye hitam seperti ini sungguh pembodohan yang bisa merusak persatuan bangsa, hal wajar memilih orang berprestasi, tapi dituduh rasis jelas sangat politis, ingin kelompoknya berkuasa dengan mengorbankan kepentingan yang sangat besar, Â justru sangat aneh jika kondisinya dibalik, mayoritas Tionghoa memilih Anies yang tak jelas kinerjanya, pasti akan dicurigai ada apa-apanya, orang bertanya-tanya, kok bisa sih mereka pilih Anies? Memangnya apa prestasi Anies dipemerintahan selain dipecat saat jadi menteri? Tapi bagi orang rasis yang menuduh orang lain rasis logika sederhana seperti itu sulit masuk ke otaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H