Mohon tunggu...
marleni
marleni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berbakti kepada orang tua dan berbuat kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulau Bangka yang Tak Pernah Habis akan Cerita

28 Juli 2015   00:29 Diperbarui: 28 Juli 2015   00:42 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik sekali membaca artikel teman-teman kompasiana yang telah menikmati masa liburan, dalam salah satu artikelnya mengatakan liburan adalah waktunya bebas,merdeka dan berdaulat.Yup saya setuju kalimat artikel tersebut  masa liburan merupakan  hari yang di nanti setiap orang untuk bebas menghabiskan waktu bersama keluarga atau dengan orang yang kita kasihi. Biasa liburan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan sudah menyiapkan anggaran khusus berlibur,sebagai rasa cinta kasih terhadap orang tua liburan saya kali ini mengajak kedua orangtua berkunjung  ke pulau Bangka,tanah kelahiran tempat ayah saya dibesarkan yang hampir sepuluh tahun ini nyaris di lupakan.

Perjalanan melalui udara  dari jakarta ke Pangkal Pinang dibutuhkan waktu sekitar 1 jam jika ingin menghemat anggaran bisa melalui moda transportasi laut dari palembang dengan jarak tempuh  sekitar 3 jam untuk kapal cepat dan sekitar  8 jam untuk kapal feri hingga sampai ke pelabuhan Mentok Bangka, sebelum pesawat mendarat di bandara Depati Amir,sejauh mata memandang saya sempat melihat semak belukar hijau  di selingi banyak danau buatan berair keruh kecoklatan dan tanahnya yang gersang bekas sisa penambangan timah secara liar dan tradisional yang terbengkalai dibiarkan begitu saja oleh pihak yang tidak bertanggung jawab hingga secara tidak langsung merusak alam pulau Bangka yang penuh cerita ini.

Pulau Bangka yang saya kunjungi berada di kota Sungai Liat terdiri dari banyak kampung, jarak setiap kampungnya  tidaklah begitu jauh terlihat penduduk antar kampung hidup sangat rukun dan damai sesuai dengan motto pada  baliho yang terpasang dipinggir jalan "Sungai Liat Kota Berteman". Saya dan kedua orang tua menginap di kampung Pohin rumah kakak laki-laki dari ayah yang biasa saya panggil apak,usia beliau kini 84 tahun namun beliau terlihat masih muda dan gagah dengan rambut masih menghitam ,tanpa memakai kaca mata ,bahkan masih bisa mengendarai sepeda motornya yang usang untuk belanja di pasar sekedar membeli sayur atau membeli pakan ternak.

Selama beberapa hari di Sungai Liat saya sempat mendatangi rumah kerabat lain dan  mencermati rumah penduduk sekitar kampung hampir semua bangunan rumah serupa atau mirip dengan rumah lainnya punya banyak jendela di kiri dan kanan,memiliki teras depan lengkap caturnya,selain pintu utama selalu ada pintu belakang dari arah dapur, memasak menggunakan tungku lebar berbentuk segi empat terbuat dari campuran semen memiliki dua lubang perapian yang disulut dengan kayu bakar serta memiliki sumur dengan kedalaman hingga 15 meter.Saya pun menjadi pengamat amatiran apakah ini rahasia panjang umur penduduk di Bangka mengingat di sebuah kios saat membeli air mineral ayah saya dilayani pria ramah dengan logat Bangkanya telah berusia 90 tahun yang berjalan tegak menantang dan telinga yang masih jelas mendengar pembeli memesan barang.Tentu hal ini bertolak belakang dengan kehidupan dikota besar yang serba instan,memilih tinggal diperumahan minim jendela dan pintu serta hidup secara individual.

Tak hanya kaya para lansia gagah dan perkasa,pulau Bangka sudah sering terdengar kaya akan pantai-pantainya yang indah dan mempesona,salah satu pantai yang saya kunjungi yaitu pantai Rambak yang berada di kampung Rambak sekitar 1 jam dari kota Sungai Liat.Tiket masuk di hitung borongan  untuk semua penumpang pada saat musim liburan dikenakan 25.000/mobil dan menyewa pondok untuk bersantai dikenakan 50.000/unit.Saat kaki mulai menginjak pasir pantainya yang bersih,halus dan putih serasa seperti berjalan diatas permadani yang terbuat dari sutra terlembut di dunia,memanjakan mata dengan air pantai yang hijau kebiruan dan deburan ombak yang tenang melambai sepanjang garis pesisir yang luas membentang sungguh luar biasa Maha Karya Sang Pencipta pantai Rambak, dalam hati saya berucap inilah surga dunia yang tak kalah dari pulau Dewata.

(Mohon maaf fotonya tak bisa di upload karna gangguan teknis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun