Sebagai seorang pengajar ekonomi SMA yang baik saya dituntut untuk memahami secara mendalam setiap materi yang diajarkan sesuai kurikulum. Jika perlu harus melakukan beberapa riset kecil dan mengerjakan banyak latihan soal. Ada satu materi yang menarik menurut saya namun sulit sekali membuatnya menarik di mata para siswa. Materi tersebut adalah tentang koperasi. Saya mendapati bahwa materi ini adalah salah satu materi yang dianggap paling membosankan bagi mereka. Saya harus berusaha keras untuk mencolek rasa ingin tahu mereka dengan memberikan serangkaian pertanyaan dengan harapan pikiran mereka sedikit terbuka terhadap koperasi, bahwa sesungguhnya koperasi adalah satu bentuk badan usaha yang ringan dan manageable. Koperasi mengajarkan pada kita bahwa tidak perlu modal besar untuk membentuk sebuah usaha, asal kita mau memberdayakan komunitas. Ketika ditanyakan kepada mereka tentang prinsip koperasi jawaban-jawaban yang keluar adalah seperti suka menolong, baik hati, hemat dan sebagainya. Seolah-olah koperasi layaknya sebuah yayasan sosial. Pada prinsipnya bukanlah demikian. Koperasi sama profesionalnya dengan Badan Usaha Milik Swasta lainnya. Bahkan M. Hatta bapak koperasi Indonesia mengatakan bahwa koperasi haruslah bersikap professional seperti dalam hal penetapan gaji tidak boleh kurang dari perusahaan swasta lainnya.
Selain itu masih banyak kesalahan persepsi lainnya mengenai keberadaan koperasi. Berapa banyak sih dari siswa atau kita yang mantan siswa, yang paham makna dari “koperasi sebagai sokoguru perekonomian”. M. Hatta menggambarkan koperasi sebagai jalan keluar dari persoalan ekonomi masyarakat Indonesia, diantaranya yaitu kemiskinan. Namun sampai hari ini kontribusi koperasi terhadap PDB masih sangat kecil, hanya 1,7%. Jumlah koperasi di Indonesia adalah yang paling banyak di dunia, namun sebagian besarnya sudah tidak aktif (laporan kemenkop UKM tahun 2016).
Baru-baru ini muncul Koperasi Jasa keuangan Syariah (KJKS). Tidak dapat dipungkiri KJKS lahir sebagai bagian dari perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia. Di dalam literatur lembaga keuangan syariah dikenal sebuah lembaga bernama BMT (Baitul Maal wat tamwil). Namun BMT belum ada payung hukumnya di Indonesia saat ini. Untuk itulah BMT beroperasi dengan koperasi sebagai payung hukumnya.
Memang perbedaan koperasi konvensional dengan koperasi syariah sepertinya hanya ada di tataran teknis, namun sebetulnya jauh daripada itu. Diantara perbedaannya ada pada pengelolaan dana ZIS (Zakat, infak, sedekah) oleh BMT yang dalam bentuk koperasi. Dengan adanya pengelolaan dana ZIS untuk kegiatan produktif maka peran koperasi bisa menjadi lebih baik dalam mengoptimalkan potensi masyarakat sekitar yang menjadi anggota. Bagi masyarakat yang dianggap kurang mampu masuk ke dalam pasar barang karena kekurangan, maka koperasi akan menyokongnya dengan dana ZIS sampai dia mandiri secara ekonomi. Dan bagi yang telah mampu secara ekonomi koperasi menampung permodalan dari mereka sehingga kegiatan produksi dapat berjalan semakin baik. Jika demikian maka perkembangan koperasi akan berbanding lurus dengan perkembangan perekonomian masyarakat.
Hal ini dapat terwujud tentunya jika koperasi tersebut dapat dikelola dengan profesional. Disinilah peran intelektual-intelektual muda yang seharusnya mau untuk turun ke bawah dan memberikan contoh pengelolaan badan usaha yang baik dan professional. Sudah bukan jamannya lagi koperasi dipandang sebagai badan usaha kelas teri dan terbelakang yang hanya dikelola oleh masyarakat yang literasi keuangannya kurang memadai. Sudah saatnya koperasi bangkit dan menjadi sokoguru sesungguhnya di perekonomian bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H