Setiap Ramadan datang, aku selalu punya niat yang sama: pengeluaran harus lebih hemat. Tapi kenyataan berkata lain. Baru seminggu puasa, saldo rekening sudah ngos-ngosan. Aneh, kan? Bukannya Ramadan itu harusnya lebih irit? Makan cuma dua kali sehari, lebih sering di rumah, dan jajan harusnya berkurang. Tapi kok justru dompet makin tipis?
Aku ingat banget, dulu aku sering 'balas dendam' saat berbuka. Kolak, es buah, gorengan, kue basah... semua dibeli. Padahal, perut ini tetap punya batasan. Akhirnya banyak makanan mubazir. Belum lagi tradisi belanja baju baru meskipun lemari sudah penuh. Ditambah godaan upgrade gadget karena THR yang serasa rezeki nomplok. Alhasil, begitu Lebaran selesai, bukan cuma kenangan yang tersisa, tapi juga penyesalan karena uang ludes tanpa sadar.
Tapi beberapa tahun belakangan, aku coba ubah cara pandangku soal Ramadan. Bukan berarti harus menahan diri dari semua keinginan, tapi lebih ke bagaimana menikmatinya dengan cerdas. Ramadan tetap bisa spesial tanpa bikin kantong jebol. Gimana caranya?
Mengendalikan Lapar Mata Saat Berbuka
Dulu, aku sering kalap kalau lihat jajanan takjil. Semua kelihatan enak! Akhirnya beli banyak, tapi yang dimakan cuma sedikit. Sisanya? Mubazir.
Sekarang, aku lebih bijak. Sebelum keluar rumah, aku sudah tentuin: cukup satu jenis makanan manis dan satu makanan asin. Kalau lapar mata mulai menyerang, aku ingatkan diri sendiri, "Buka puasa itu bukan balas dendam, cukup buat mengisi energi."
Baju Baru? Yuk, Lebih Cerdas!
Aku dulu berpikir Lebaran = baju baru. Nggak salah, sih. Tapi setelah dipikir-pikir, berapa banyak baju lebaran yang cuma dipakai sekali lalu teronggok di lemari?
Akhirnya, aku mulai pakai trik sederhana: sebelum beli, aku cek dulu lemari. Kalau masih ada baju yang bagus, aku pakai itu. Kalau mau sesuatu yang terasa 'baru', aku mix and match atau tukar baju dengan saudara. Rasanya tetap fresh tanpa harus keluar uang.
THR: Nikmat atau Jebakan?
Begitu THR cair, rasanya ingin langsung belanja ini-itu. Seperti uang 'gratis' yang bisa dihambur-hamburkan. Tapi lama-lama aku sadar, THR lebih bermanfaat kalau diatur dengan baik.
Aku mulai membaginya: sebagian untuk zakat dan sedekah, sebagian ditabung, dan sisanya untuk keperluan Lebaran. Hasilnya? Setelah Lebaran, aku tetap punya pegangan dan nggak stres karena uang habis begitu saja.
THR untuk Keponakan: Berbagi Tanpa Bikin Kantong Jebol
Momen THR selalu bikin suasana Lebaran makin seru, apalagi buat keponakan. Aku masih ingat waktu kecil, setiap dikasih THR rasanya bahagia banget, nggak peduli nominalnya. Yang penting bisa ditabung atau beli sesuatu yang diinginkan. Tapi sebagai pemberi THR, aku mulai berpikir: kenapa ini sering jadi 'jebakan kantong jebol'?