Ngabuburit, budaya ramadhan di Indonesia menjelang berbuka puasa. Budaya yang hanya dapat dinikmati saat bulan ramadhan, tentunya keramaian, hiruk pikuk dan riuhrendah suara tawa sekelompok penjaja dan pembeli makanan menambah semarak ngabuburit. Hanya saja, ngabuburit sama dengan macet.
Tiada terkecuali semua elemen masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia sering melakukan ngabuburit. Entah sekedar mencari takjil atau lauk pauk untuk berbuka, bahkan ada yang memanfaatkan waktu ngabuburit untuk berkumpul bersama keluarga atau berjumpa dengan kawan.
Namun bagi saya, ngabuburit berarti siap mencari parkir atau berjalan beberapa meter hanya untuk membeli makanan. Dan itu sangat tidak efektif. Bahkan terkadang saya harus terjebak macet dan berjibaku di tenagj-tengah padatnya lalu lintas. Jelas, terkadang harus berbuka puasa si jalan hanya karena masalah lalu lintas.
Lalu apa fungsinya ngabuburit untuk mempersiapkan makanan menjelang berbuka, namun ternyata mengharuskan kita untuk berbuka di jalan ? Apalah ini hanya baguan dari inginnya mengambil bagian dari warisam budaya.
Untuk saya, ngabuburit berarti sudah mandi bersih dan bersiap2 menghidangkan makanan keluarga. Bebas macet, bebas hambatan.
Sudah jelas, lokasi favorit untuk menikmati ngabuburit adalah di rumah. Saya membiasakan diri untuk mempersiapkan takjil dan sambil menunggu azan magrib, saya akan memasak makanan.Â
Ngabuburit di rumah, banyak manfaatnya, selain bisa mendapatkan pahala menyiapkan hidangan buka puasa untuk orang yang berpuasa, saya juga dapat menikmati berbuka puasa tanpa terburu-buru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H