Mohon tunggu...
Lidia Vonny
Lidia Vonny Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kesalahan Penangan Krisis Brent Spar

22 Oktober 2017   14:43 Diperbarui: 22 Oktober 2017   15:12 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brent Spar adalah sebuah lokasi pertambangan dan penyimpanan minyak milik perusahaan Shell and Exxon yang terletak di tengah laut Samudra Atlantik bagian utara. Keberadaan Brent Spar menjadi sebuah kontroversi tatkala media massa menyoroti lokasi itu sebagai tempat pembuangan pelampung berisi limbah industry.Shell dianggap gagal mengatasi problem komunikasi krisis. Walaupun keputusan ini dinilai mempunyai dampak lingkungan yang minim, tapi tetap saja ada celah yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak menyetujuinya. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa program itu bisa gagal terlaksana :

Pertama, keberanian aktivis Greenpeace melawan perusahaan besar semacam Shell and Exxon. Bahkan untuk melakukan itu, Greenpeace rela berjuang menduduki Brent Spar. Ini tentu menjadi hal menarik dan mendapat perhatian media karena dianggap seperti pertarungan David melawan Golliath.

Kedua, bagi publik, Shell terlihat rakus. Memang, pembuangan di darat membutuhkan dana yang lebih besar dari pada di laut untuk mengurangi dampak lingkungan. Namun publik mempunyai kesan bahwa Shell serakah dengan tidak mau mengeluarkan modal yang banyak. Hasilnya, public tidak terlalu mempedulikan lagi kajian yang dianggap sudah memenuhi standar BPEO

.Ketiga, Shell terlihat sebagai target yang mudah untuk diboikot. Hal ini dikarenakan mereka hanya mempunyai bisnis di ranah industry minyak saja. Hal ini tentu berbeda dengan perusahaan Philip Morris, yang melakukan diversifikasi dengan membuka bisnis makanan dan tembakau, atau mungkin bisnis lainnya. Akan lain jadinya apabila Shell membuka bisnis lain, misalnya produk makanan atau media, yang membuatnya susah untuk diboikot.Keempat, negara yang memberi izin kepada Shell, dalam hal ini Inggris, sebenarnya sudah menjalin tali pertemanan dengan perusahaan itu sejak lama. 

Sementara negara-negara lain, seperti Jerman, Denmark, atau Swedia, belum terjalin dengan Shell.Terakhir, masalah ini telah menjadi isu soal moral, di mana lautan merupakan habitat yang seharusnya dijaga agar tetap lestari. Selain itu, ada satu hal yang tak bisa dilepaskan dalam menyebarkan isu ini, yaitu agenda. Media yang memberitakan masalah ini dengan intensif secara tidak langsung telah mengalihkan perhatian publik dari topik lainnya. Berikut beberapa factor yang membuat media massa merasa layak mengangkat topic ini.

Pertama, diawali sebuah poster yang dibuat oleh aktivis Greenpeace yang menggambarkan sebuah lokasi pertambangan di tengah laut yang diserang oleh kapal milik Shell. Gambar itu menarik perhatian banyak khalayak. Kedua, Shell hanya melobi pemerintah Inggris untuk mendapat persetujuan mengenai penenggelaman Brent Spar. Shell lupa bahwa mempengaruhi publik sebenarnya adalah hal yang yang paling penting. 

Hasilnya, Shell dan pemerintah Inggris digambarkan sebagai kapitalis yang rakus dan angkuh oleh media. Berita inipun akan mendapat atensi yang cukup besar di kalangan public.Ketiga, msalah ini telah menjadi perbincangan internasional. Tapi sayangnya, banyak negara yang tidak memperoleh keuntungan dari keberadaan Shell. Bahkan, Negara-negara yang melawan pembuangan limbah minyak ke laut itu merupakan Negara yang tidak mempunyai cadangan minyak.

Dari hal di atas, sangat jelas banyak sekali hal yang luput dipertimbangkan oleh Shell dalam menangani kemungkinan adanya krisis. Namun ada alasan krusial di dalam perusahaan Shell sendiri mengapa mereka tidak bisa menangani krisis tersebut. Berikut faktor-faktor itu :Pertama, Shell menggunakan pendekatan top-down di mana yang pertama kali dihubungi adalah pemerintah, dibandingkan dengan pendekatan dengan dialog.

 Akibatnya, Shell terasing dari publik dengan cepat. Seharusnya di sini Shell segera berdialog dengan masyarakat untuk mempertimbangkan keputusan perusahaan itu membuang limbah ke laut.Kedua, Shell tidak dipercaya oleh publik. Berdasarkan penelitian, kebanyakan warga negara yang tinggal di Jerman dan Inggris pada dasarnya lebih percaya dengan Organisasi non-Profit dibanding dengan sebuah perusahaan besar. Dalam kasus ini, Shell tidak bisa mengurangi ketidakpercayaan publik. Selain itu, Shell tidak punya suara yang lantang untuk menandingi suara Greenpeace.

Ketiga, Shell tidak bisa melawan makna simbolik dari pembuangan limbah di laut. Membuang sampah di laut dan merusak ekosistem secara moral memang sudah salah, dan hal itulah yang membuat Greenpeace mendapat banyak dukungan.Keempat, tidak ada alasan ilmiah untuk melawan alasan yang dikeluarkan Greenpeace. Seharusnya, Shell berkonsultasi dengan para ilmuwan terlebih dahulu agar bisamenyebarkan wacana ilmiah terkait alasan mengapa mereka membuang limbah di laut. Terakhir, karena alasan yang diajukan Greenpeace lebih rasional dan Shell tidak bisa melawannya, maka media massa, dalam pemberitaannya lebih memihak GreenpeacePenangas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun