Sepanjang pemilihan presiden yang saya pernah ikuti, baru kali ini saya melihat kontestasi yang begitu kotor permainannya. Seorang kandidat presiden yang nantinya akan memegang tampuk komando tertinggi punya tabiat yang buruk di mata saya. Dia seorang mantan jenderal yang suka berorasi tajam dengan suara yang lantang. Sebenarnya jika isi orasinya pesan yang baik, gaya seperti itu tidak ada masalah. Yang jadi persoalan adalah isi orasinya yang sering mengungkapkan kebohongan, penghakiman dan menebar ketakutan. Bisa jadi gaya berorasinya meniru gaya lantang dan tegas Bung Karno tetapi faktanya jauh panggang dari api.
Awal Oktober 2018 lalu, ketika Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya secara fisik, Prabowo dengan tergesa-gesa mengadakan jumpa pers pernyataan kasus Ratna dengan mengabaikan visum atau konfirmasi fakta. Prabowo dengan gagahnya mengklaim ada ketidakadilan dan pembungkaman terhadap Ratna sebagai aktifis yang aktif mengkritik pemerintah dan juga bagian dari tim suksesnya. Ketika akhirnya diketahui bahwa Ratna berbohong, Prabowo menyatakan tidak merasa bersalah dan hanya meminta maaf kepada masyarakat bukan kepada pemerintah yang jadi sasaran tudingan. Dalam berbagai orasinya, Prabowo kerap kali melontarkan penilaian yang tak berdasar, tuduhan tanpa bukti dan nyaris semua dibalut emosi.
Awalnya saya mengira Prabowo hanya sekedar gegabah atau emosional tapi baru-baru ini Prabowo menuding RSCM sebagai institusi kesehatan telah melakukan kesalahan dalam penggunaan alat kesehatan yang sesuai standar. Prabowo menuding selang plastik yang dipakai untuk hemodialisa dipakai 1 unit untuk 40 pasien meskipun standarnya adalah 1 unit untuk 1 pasien. Prabowo menganggap RSCM telah melakukan tindakan malmedis karena membahayakan pasien khususnya pasien dengan penyakit ginjal karena bisa terinfeksi kuman atau virus penyakit dari selang yang dipakai bersama-sama.Â
Di mana perasaan seorang Prabowo yang sanggup menuduh paramedis?
Saya berusaha memahami karakter psikologis calon pemimpin negeri saya kelak jika dia menang. Dalam sebuah berita yang saya baca, Hendropriyono menyebutkan Prabowo mengalami gangguan psikis. Dan, karena ucapan ini pula Hendropriyono pernah dilaporkan ke polisi pada tahun 2014 yang kasusnya tidak pernah dilanjutkan sampai hari ini.
Menurut, Alfred W. Adler (7 Februari 1870---28 Mei 1937), seorang psikoterapis dari Austria yang terkenal dengan metode Individual Psychology (dalam Feist & Feist, Theory of Personality ed.7th, 2009) social interest adalah satu-satunya ukuran untuk menilai sehat tidaknya psikis seseorang. Social feeling dipahami sebagai perasaan keterikatan sosial, di mana seseorang merasa kalau dia bagian dari masyarakat.
Menurut Adler, ada dua jenis dorongan dalam diri sehingga kepribadian seseorang itu terbentuk. Jenis pertama adalah striving for superiority, jenis kedua adalah striving for succes. Saya melihat Prabowo ada pada kecenderungan pertama yaitu orang yang berjuang untuk superioritas. Menurut Adler, orang yang tidak sehat secara psikologi (cenderung disebut neurotik) adalah orang dengan social interest yang rendah dan tidak berkembang, mereka adalah orang yang egois dan mencari kuasa atas orang lain.
Prabowo adalah sosok yang selalu superior, ingin tampil menguasai. Hal itu terbukti dengan dia memegang kendali partai, pernah memimpin pasukan Kostrad dan melakukan tindakan tanpa mengindahkan komando dari atasan, berulang kali mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden dan saat ini koalisinya dikuasai partainya sendiri dan kurang mengakomodir keinginan mitra koalisinya. Karakter yang digambarkan Adler sosok ini juga egois tingkat tinggi yang akan menghalalkan berbagai cara untuk keinginannya.
Prabowo menuding RSCM dengan sasaran pemerintahan Jokowi. Ia ingin memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam bidang kesehatan. Saat ini kasus pembayaran BPJS ke rumah sakit sedang dalam sorotan masyarakat dan Prabowo memanfaatkan momen ini bak menyiram bensin ke dalam bara api.
Padahal, pihak RSCM dengan segera telah membantah ucapan Prabowo ini tetapi sampai saat ini belum ada ucapan permohonan maaf serta klarifikasi dari Prabowo sendiri. Kalau tim suksesnya memang selalu mencari alasan dan pembenaran atas semua ucapan klise capres mereka.
Semoga anggapan saya ini salah dan Indonesia tetap dapat pemimpin yang tepat, sehat jiwa dan raga. Tak terbayang apa jadinya jika negara kita dipimpin orang yang gegabah dalam ucapan, mungkin peperangan bisa terjadi hanya karena salah paham atau tergesa emosi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H