Catatan seorang Hasyim Djojohadikusumo dan Tommy Soeharto berkutat pada masa Orde Baru berkuasa. Prabowo Subianto sendiri hingga hari ini masih berhutang pembuktian hukum bahwa dirinya tidak bersalah atas kasus penculikan aktifis di tahun 1998. Sederet catatan di Komnas HAM hingga hari ini masih menunggu diolah sampai matang dengan kesaksian dan bukti lengkap.
Kasus Ratna Sarumpaet di tahun 2018 menambah aib koalisi 'partai Allah' dengan tingkahnya yang berbohong mengaku dianiaya pihak tertentu. Celakanya kebohongan Ratna Sarumpaet pun direspon secara serampangan oleh Prabowo dan tim suksesnya. Jumpa pers digelar tanpa adanya visum lebih dulu pada Ratna Sarumpaet. Sekian pernyataan sesumbar disampaikan para tokoh di balik koalisi ini. Mereka arahkan tudingan ke pemerintah Jokowi agar seolah melakukan penindasan HAM. Masih beruntung bangsa kita selamat dari fitnah kejam Ramgkaian aksi cepat kepolisian membongkar kasus Ratna memaksa peremouan paruh baya itu mengakui kebohongannya. Menutup malu, bukan meminta maaf kepada Jokowi para petinggi koalisi ini pun dibelit dengan pernyataan yang plin plan. Di awal mereka mengaku ingin menuntut Ratna, di akhir justru emaafkan dan mendampingi.Ratna menderita depresi pun jadi alibi. Hingga hari ini proses penyelidikan terus berlanjut sementara Ratna Sarumpaet ditahan.
Belum lama ini kasus Bahar bin Smith yang dilabel "Habib" menambah panjang catatan kriminal Prabowo cs. Belum lagi tuntas penyelidikan kasus penghinaan kepada presiden Jokowi dalam salah satu ceramahnya, Bahar Smith dilaporkan atas kasus lainnya yaitu penculikan dan penganiayaan anak di bawah umur dengan alibi memberi sanksi kepada penipu. Laporan kriminal yang terungkap bukan membuat kubu Prabowo berintrospeksi justru malah menuding pemerintah Jokowi lakukan kriminalisasi ulama. Entah diksi apa yang pantas untuk saya menilai tingkah polah mereka.
Selama masa kampanye dari Agustus 2018 hingga hari ini hanya sedikit paparan visi misi yang kubu Prabowo sampaikan. Pendekatan kampanye pun sudah terbaca, Prabowo hadiri pertemuan dengan tokoh masyarakat dan menebar pesimisme akan masa depan Indonesia dan Sandi melulu ke pasar serta pedagang dengan janji program ekonomi yang tak jelas serta aji mumpung pada setiap momentum.
Tak jarang orasi Prabowo memancing emosi banyak pihak seperti kasus ujaran "tampang Boyolali" dan yang terbaru "wartawan otaknya di dengkul". Sementara itu, Sandiaga tak jemu menyampaikan janji dan komentar yang ujung-ujungnya dibantah oleh pihak yang lebih ahli seperti janji Sandi pada nelayan untuk mempermudah izin kapal nelayan kelas kecil yang dibantah oleh menteri kelautan Susi Pudjiastuti.
Kontradiksi antara jargon 'suci' yang digaungkan koalisi ini dengan fakta yang terjadi bisa efektif membuat pemilih golput melemparkan dukungan kepada Jokowi. Bagaimana rakyat mau memilih cikal bakal pengelola negeri ini dengan catatan negatif yang panjang ditambah minim prestasi. Sebaiknya mereka introspeksi sebelum suara sang jendral melorot lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H