Pasca deklarasi pasangan capres dan cawapres Prabowo Sandi yang cukup dramatis karena secara tak terduga menghadirkan sosok Sandiaga Uno yang juga berasal dari partai yang sama dengan Prabowo. Meski punya rekan, Gerindra mengambil semua posisi kunci dari partainya sendiri. Lantas bagaimana posisi partai lainnya dalam koalisi ini?
PAN dan PKS yang jadi partner utama serta ikut mengawal ijtima ulama tak terwakilkan dalam duo calon yang mereka gadang bahkan ijtima ulama tak juga jadi bahan pertimbangan. Menyusul kemudian Demokrat yang notabene mengklaim diri netral pada pilpres sebelumnya bergabung dalam koalisi ini. Keputusan Demokrat yang seolah 'terdesak di menit terakhir' ini cukup membuat banyak pihak terkejut karena tak lama sebelumnya AHY sowan ke Jokowi dan menimbulkan prediksi merapatnya Demokrat kepada koalisi PDIP. Belum lagi, di beberapa wilayah kader dan pengurus Demokrat ada kedekatan politis dengan kubu Jokowi.
Debut di minggu-minggu pertama partai yang digawangi mantan presiden SBY dalam koalisi Gerindra CS ini cukup sengit, bukan sengit dengan lawan koalisi tapi sengit dalam tubuh koalisi ini sendiri. Cuitan wasekjen partai Demokrat, Andi Arief, yang mengatakan Prabowo sebagai 'jenderal kardus' dan mahar politik 500 milyar untuk PAN dan PKS dari Sandiaga Uno sempat bikin geger jagad politik tanah air. Perang pernyataan dan balasan pun terjadi antara tokoh Gerindra dan Demokrat yang berujung pada islah kedua partai pernyataan keduanya kalau ini hanya miskomunikasi saja.
Koalisi pun berlanjut hingga ada pihak lain yang juga tersakiti. Partai PKS menyatakan kekecewaannya karena kursi wagub DKI yang tak kunjung diberikan pada kadernya. Tak sampai di situ saja, PKS bahkan sempat memberi ancaman tak akan mematikan mesin partainya untuk kemenangan Prabowo Sandi jika kursi wagub itu tetap bukan untuk kader PKS. Sempat beredar kabar, melalui musyawarah PKS dan Gerindra di level propinsi bahwa kader PKS dipastikan akan mengisi kursi wagub DKI yang sampai detik ini pun tak terealisasi.
Ini kali lain cerita, Demokrat dan Gerindra saling bersautan menagih janji diawali ucapan sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang menagih janji partai besutan SBY ini untuk mengkampanyekan capres cawapres yang mereka usung. Gayung bersambut, tagih janji dibalas dengan tagih janji pula dari kubu Demokrat. Entah janji apa, yang jelas rahasia dapur koalisi ini dan itu juga yang jadi umpan Gerindra yang membuat Demokrat merapat setelah sekian keraguan yang mereka miliki.Â
Sebelumnya santer terdengar posisi Wakil Gubernur DKI jadi incaran rekan koalisi Gerindra. Demokrat yang sedang dalam pertempuran penentu hidup mati partainya di tahun mendatang dan gagalnya AHY di pilkada DKI meskipun telah mundur dari karir militer pastilah berharap koalisi ini bisa memberikan apa yang mereka harapkan.Â
SBY acapkali mengatakan bahwa partai yang memiliki kandidat capres diuntungkan sementara sebaliknya, partai lainnya merosot di ladang suara. Pendiri Demokrat ini memimpikan suara untuk calon legislatifnya terkatrol oleh elektabilitas Prabowo-Sandi dengan skenario khusus. Rupanya mimpi Pepo belum saatnya terealisasi. Bahkan PKS saja menyambutnya dalam klub korban PHP Gerindra.
Sungguh disayangkan... koalisi yang sengaja diberi nama "Adil Makmur" ini menuai banyak kecewa, di dalam tubuh koalisinya sendiri. Saya masih teringat kekecewaan seorang La Nyalla Mattaliti terhadap Prabowo yang sudah didukungnya sejak sekian lama. Akankah PAN juga menyusul jadi korban atau memang sudah? Koalisi Adil Makmur, mampukah mereka berikan keadilan dan kemakmuran pada rakyat sedangkan pada level ini saja mereka sudah kualahan...? Entahlah, kita tanyakan saja pada rumput yang bergoyang....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H