Mohon tunggu...
Lia Yuliani
Lia Yuliani Mohon Tunggu... Penulis - Kontributor media online, Blogger, Author

Seorang kontributor berbagai media online dan blogger yang suka traveling dan membaca. Penulis merupakan lulusan D-IV Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bandung. Sudah menulis berbagai antologi baik Antologi Puisi, Cerpen Remaja, dan Cerita Anak. Tulisannya bisa dibaca di www.liayuliani.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mimpi yang Belum Usai, Jangan Limpahkan pada Anakmu

29 Juni 2019   05:11 Diperbarui: 22 Agustus 2022   16:53 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk pendidikan anaknya. Terkadang mereka punya andil besar dalam menentukan ke mana anaknya akan melanjutkan pendidikan, baik saat Sekolah Dasar, SMP, SMU, bahkan ke perguruan tinggi. Mimpi orang tua yang belum usai, adakalanya dilimpahkan pada anak.

Orang tua yang dulunya merasa belum kesampaian meraih mimpi, adakalanya berpikir bahwa anaklah yang akan melanjutkan impiannya dahulu. Padahal belum tentu apa yang diinginkan anak sama dengan orang tuanya. Contohnya saja orang tua menginginkan anaknya kuliah di kedokteran, padahal sang anak begitu berbakat di bidang kesenian.

Terkadang orang tua merasa lebih berpengaruh, lebih pandai, dan mampu memutuskan yang terbaik untuk pendidikan anak, tapi kenyataanya anaklah yang nantinya akan menjalani pendidikannya. Apa jadinya jika sang anak tidak punya minat dengan pilihan yang sama dengan orang tuanya?

Jika Anda penggemar Drama Korea yang berjudul Sky Castle, Anda pasti tahu bagaimana obsesi seorang ibu atau ayah yang menginginkan anaknya kuliah di universitas terbaik  di Korea atau kuliah di Harvard. Pada kenyataannya, hal tersebut bukanlah yang diinginkan anak. Hal tersebut malah membuat sang anak memberontak atau bahkan membohongi orang tuanya. Efek buruknya bahkan sang ibu memilih bunuh diri karena merasa telah gagal mendidik anaknya. Sang anak pun memilih meninggalkan bangku kuliah padahal ia telah resmi diterima di universitas terbaik di negerinya.

Ternyata pola pengasuhan anak begitu berpengaruh terhadap perilaku anak di masa depan. 

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pola asuh untuk mendidik anak, yuk, simak di bawah ini!

Setiap anak punya kecerdasan masing-masing

Orang tua bisa mulai mencari bakat anak sejak dini, percayalah setiap anak punya kelebihan masing-masing. Semakin dini orang tua mengetahui potensi sang anak, maka kemampuan anak akan lebih berkembang.

Percayalah setiap anak itu cerdas, orang tua bisa mengeksplor kecerdasan anak sesuai potensi mereka, bisa berupa kecerdasan verbal linguistik, logika matematika, kinestetik, visual-spasial, musikal, intrapersonal, interpersonal, eksistensial, dan naturalist.

Orang tua perlu mencari minat dan bakat anak serta mengembangkan sesuai potensi masing-masing.

Anak punya hak untuk memilih 

Ya, setiap anak memiliki hak untuk memilih, begitu pula dengan pendidikan yang sesuai minat dan bakatnya. 

Jangan jadikan mimpi yang belum usai, jaln bagi sang anak untuk melanjutkan perjuangan orang tuanya yang tertunda. Biarkanlah mereka menentukan pilihannya sendiri meski berbeda dnegan kehendak orang tua.

Jangan membatasi atau mendikte apa yang harus dilakukan anak dalam menentukan keputusan mereka. Orang tua seharusnya mampu memberi pandangan atau memberi arahan, selanjutnya biar sang anak yang memilih. Biarkan mereka berkembang sesuai potensi masing-masing.

Anak punya cara tersendiri dalam memproses informasi

Setiap anak itu memiliki caranya sendiri dalam memproses informasi. Orang tua perlu mencari tahu bagaimana cara yang cocok dalam proses belajar. Jangan paksakan anak belajar sesuai kondisi atau cara yang dulu dilakukan orang tua. Bukankah setiap anak itu berbeda? Kenalilah bagaimana cara anak memproses informasi yang tepat agar mampu mengoptimalkan potensinya.

Tanamkan pada diri orang tua bahwa setiap anak itu baik

Hindari memberi label negatif untuk anak, contoh anak bandel, bodoh, malas, tak bisa apa-apa. Stop melakukan hal itu, bangunlah rasa kepercayaan diri anak dengan memberikan prasangka baik juga ucapan yang positif bagi anak.

Percayalah setiap anak itu baik, tinggal bagaimana Kita sebagai orang tua membentuk rasa percaya diri anak.

Mengapresiasi setiap usaha anak

Menjadi yang terbaik itu adalah penting, tetapi lebih penting adalah memberikan yang terbaik. Jangan membebani anak harus menjadi yang terbaik misalnya harus menjadi peringkat tertinggi di kelasnya, 

Apresiasilah usaha anak Anda, jangan bairkan obsesi orang tua melemahkan diri anak. Lihatlah usaha terbaik yang dilakukan anak, bukan hasil yang utama.

Anak adalah aset di masa depan. Jika di masa lalu, orang tua memiliki mimpi yang belum usai, janganlah melampiaskan atau meminta anak melanjutkan mimpi mereka yang tertunda, apalagi hal tersebut tak sesuai dengan potensi mereka. 

Biarkan mereka terbang sesuai sayap indah yang dimilikinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun