Meski paus memiliki kemampuan menyerap karbon terbesar di dunia, bukan berarti ternak paus sebagai solusi perubahan iklim. Bagi awam, gagasan semacam ini mungkin saja bisa terlontarkan begitu saja. Realitanya, memelihara paus saja tidaklah semudah beternak ikan lele apalagi mengembangbiakan mamalia laut berukuran raksasa tersebut. Sebab itu, satu-satunya hal yang perlu dilakukan adalah menghentikan perburuan paus di dunia.
Perburuan Paus Sejak Abad ke-20 Sumbang 70 Juta Ton Karbon
Mirisnya, sejarah mencatat bahwa perburuan paus telah terjadi sejak ribuan tahun silam. Dikutip dari Kompas, bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia melakukan perburuan paus dari tahun 3000 SM. Kemudian, perburuan ini terus berlanjut hingga sifatnya komersial atau untuk diperdagangkan. International Whaling Commission (IWC) mengungkap, secara statistik sebelum perburuan paus dilarang dan dibatasi, tercatat 6.000 -- 7.000 ekor paus diburu tiap tahunnya.
Perburuan paus tersebut tidak hanya mengurangi populasi tapi juga memperburuk perubahan iklim. Hal ini dikarenakan paus yang mati diburu bangkainya akan terurai di permukaan laut jika tidak dikubur. Bangkai tersebut akan terurai dan mengeluarkan emisi karbon ke atmosfer sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim.
Seorang ilmuwan kelautan di Universitas Maine, Andre Pershing memperkirakan, perburuan paus sejak abad ke-20 telah menyumbang emisi karbon sekitar 70 juta ton ke atmosfer. Kini, perburuan paus juga masih terjadi di beberapa negara meski terbatas jumlahnya. Kendati demikian, pengembangbiakan paus memungkinkan dilakukan seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi di masa depan.
Apapun itu, terpenting mamalia laut ini harus dilestarikan sehingga keseimbangan ekosistem di lautan tetap terjaga. Di samping itu, besarnya penyerapan karbon oleh paus ketimbang pohon bukan berarti membiarkan eksploitasi hutan terus terjadi. Tentunya akan lebih baik jika paus dan pohon terus dilestarikan demi merawat Bumi bagi kehidupan generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H