Dilaporkan per tanggal 13 November 2020 kasus positif Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 457.735 kasus. Merupakan data akumulatif sejak kasus pertama tanggal 2 maret 2020. Sedangkan secara global, WHO menyebut bahwa 10% penduduk dunia terpapar virus ini.
Sejak awal kemunculannya, virus ini membawa banyak sekali dampak buruk bagi masyarakat. Baik di bidang pendidikan, ekonomi, dan tentu saja kesehatan. Parahnya kasus ini juga disinyalir menjadi penyebab adanya sindrom trauma bagi sebagian masyarakat terdampak langsung, termasuk Petugas medis. Tekanan mental yang mereka alami tidak main-main. Mulai dari menyaksikan lonjakan kasus demi kasus positif yang harus mereka tangani, beban kerja yang bertambah, sampai menyaksikan atau bahkan kehilangan rekan, keluarga sesama petugas medis lainnya. Didukung dengan fakta bahwa 282 petugas medis dan kesehatan gugur akibat terinfeksi virus Covid-19. Tentu ini menjadi momok yang mengerikan bagi petugas medis yang masih harus terus berjuang di garda terdepan dalam penanagan pandemi ini.
Kondisi ini diperkirakan oleh para ahli akan menyebabkan terjadinya efek gangguan mental berupa PTSD bagi petugas medis. PTSD (post traumatic syndrome disorder) merupakan suatu sindrom yang dialami oleh seseorang yang mengalami kejadian traumatik. Kondisi demikian akan menimbulkan dampak psikologis berupa gangguan perilaku mulai dari cemas yang berlebihan, mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya. Gangguan stress pasca trauma (PTSD) kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau sampai beberapa dekade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatic.
Menurut data dalam DSM IV (APA. 1994) disebutkan bahwa 3% - 58% korban yang mengalami kejadian- kejadian traumatis akan mengalami PTSD dan sebagian mengalami gejala- gejala subklinis PTSD; misalnya di kamp konsentrasi, tahanan perang 50 % mengalami PTSD, sedangkan korban kejahatan, khususnya perkosaan, 80 % juga mengalami PTSD (Tucker et al., 2000). Studi tentang stres traumatis menemukan bahwa gangguan traumatis bukan saja mengancam korban, tetapi juga membawa dampak pada pekerjaan-pekerjaan yang mengandung bahaya atau mengancam kematian, seperti pekerja di palang merah, polisi, pemadam kebakaran. atau pekerja yang menangani bencana alam, termasuk terapis. Pekerjaan-pekerjaan ini mengandung apa yang disebut sebagai vicarious traumatization (Linley & Joseph, 2005). Â
Jika kita lihat dari jumlah korban dan juga tekanan-tekanan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa petugas medis sangat rentan mengalami gangguan tersebut pasca pandemi hari ini. Dengan gejala sebgai berikut:
1.Gangguan pada Ingatan (Intrusive memory)
Pengidap PTSD mengalami kesulitan untuk melupakan kejadian yang membuatnya trauma, sebesar apa pun usaha untuk menghapus ingatan tentang kejadian tersebut. Mereka sering mengalami kilas balik tentang kejadian traumatis itu, bahkan hingga terbawa mimpi.
Kembalinya ingatan tentang kejadian traumatis itu bisa membuat pengidap PTSD merasa kembali mengalami kejadian tersebut. Akibatnya, pengidap PTSD merasa cemas, takut, rasa bersalah, dan curiga. Semua bentuk emosi tersebut membuat mereka merasa sakit kepala, menggigil, detak jantung menjadi cepat, dan mengalami serangan panik.
2.Menghindar (Avoidance)
Gejala PTSD selanjutnya adalah menghindar, yaitu melakukan segala cara untuk menjauhi hal-hal yang berkaitan dengan kejadian traumatis tersebut. Pengidap PTSD mungkin akan menunjukan sikap seperti:
- Berusaha untuk tidak memikirkannya.
- Tidak ingin berbicara mengenai kejadian tersebut.
- Menghindari siapa pun dan apa pun yang berkaitan dengan kejadian tersebut, termasuk menghindari tempat dan kegiatan tersebut.
Sikap menghindar yang dilakukan pengidap PTSD juga tidak melulu berkaitan dengan kejadian traumatis yang pernah dialaminya. Mereka juga bisa menghindari orang-orang secara umum, menarik diri dari pergaulan, sehingga kerap dilanda kesepian.