Mohon tunggu...
liarizqiani
liarizqiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Semester 5 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Saya memiliki hobi menulis, berenang, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tragedi Pilkada Sampang: Demokrasi yang Terkoyak di Ujung Senjata

9 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 9 Desember 2024   10:35 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Sampang, Madura, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi penuh harapan, berubah menjadi tragedi kelam yang mencederai nilai-nilai demokrasi lokal. Desa Ketapang Laok menjadi saksi bisu dari kekerasan brutal yang merenggut nyawa Jimmy Sugito Putra, seorang saksi pasangan calon nomor urut 2, Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz (Jimad Sakteh). Insiden ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menciptakan gelombang ketakutan yang menyebar di kalangan masyarakat.

Kejadian tragis ini berawal dari kunjungan pasangan calon ke rumah seorang tokoh agama setempat. Suasana yang awalnya kondusif berubah menjadi mencekam ketika kelompok tak dikenal menghadang mereka. Meskipun negosiasi sempat meredakan situasi, serangan tiba-tiba dari sekelompok orang bersenjata tajam menyebabkan korban tewas di tempat. Tragedi ini menjadi potret suram dari wajah demokrasi lokal yang masih rentan terhadap kekerasan.

Kasus ini mengundang kecaman luas dari berbagai pihak. Tim Pemenangan Jimad Sakteh mengecam lemahnya pengamanan selama Pilkada dan menuntut aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini serta mencari dalang dari kasus ini. Namun, tragedi ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar,apakah demokrasi di Indonesia benar-benar telah matang, atau masih terjebak dalam bayang-bayang kekerasan?

Kekerasan politik seperti yang terjadi di Sampang bukanlah hal baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Di berbagai daerah, kontestasi politik sering kali tidak berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang sehat. Perebutan kekuasaan sering diwarnai oleh persaingan yang tidak sehat, penggunaan kekuatan fisik, serta lemahnya penegakan hukum. Aparat keamanan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan sering kali gagal bertindak cepat dan tegas.

Lembaga-lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus berbenah. KPU perlu meningkatkan pengawasan di daerah-daerah rawan konflik dan memastikan setiap tahapan Pilkada berlangsung transparan dan aman. Sementara itu, Bawaslu harus lebih proaktif dalam mendeteksi potensi ancaman dan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk mencegah terjadinya kekerasan.

Namun, tanggung jawab untuk menjaga demokrasi tidak hanya berada di tangan penyelenggara pemilu dan aparat keamanan. Tokoh agama dan masyarakat memiliki peran penting dalam meredakan ketegangan politik. Mereka dapat menjadi jembatan perdamaian yang mendorong masyarakat untuk menolak kekerasan dan memilih jalur dialog serta musyawarah.

Peran masyarakat memang sangat penting untuk menjaga keutuhan demokrasi, namun beberapa masyarakat belum sepenuhnya memahami tentang prinsip demokrasi karena adanya perbedaan dalam pilihan politik justru menjadi pemicu konflik karena emosi mengalahkan rasionalitas sehingga meruntuhkan tatanan sosial. Toleransi dalam demokrasi perlu ditegakkan untuk menjaga nilai-nilai demokrasi agar tetap utuh dan terjaga.

Tragedi Sampang ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk berbenah. Jika kekerasan politik terus dibiarkan, masa depan demokrasi lokal di Indonesia akan semakin suram. Demokrasi bukan sekadar proses pemungutan suara, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang aman bagi semua orang untuk menyampaikan aspirasinya.

Media massa memainkan peran yang sangat penting dalam proses ini. Sebagai pembawa informasi, media harus bertanggung jawab dalam menyajikan pemberitaan yang informatif, obyektif, dan berimbang. Terkait dengan Pilkada Sampang, media seharusnya tidak hanya fokus pada sensasionalisme yang dapat memperburuk keadaan, namun harus fokus pada pemberitaan yang mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga perdamaian dan menghindari kekerasan. Jika media tidak bijaksana dalam menyampaikan informasi, hal ini dapat meningkatkan polarisasi dan bahkan menimbulkan konflik lebih lanjut. Oleh karena itu, pelaporan yang akurat dan bertanggung jawab sangat diperlukan untuk mencegah masyarakat terhasut oleh informasi yang salah.

Tragedi ini seharusnya mengingatkan kita  bahwa demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang melindungi, bukan merugikan. Peristiwa tragis ini mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap hakikat demokrasi yang sebenarnya, yang harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, keamanan, dan partisipasi aktif  masyarakat secara keseluruhan, tanpa  kekerasan atau intimidasi. Demokrasi yang matang harus mampu menjaga perdamaian dan menciptakan ruang dialog yang sehat, bukan menjadi ruang perpecahan dan kekerasan.

 Jika kita bisa belajar dari kejadian ini dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya demokrasi yang inklusif dan damai, maka masa depan demokrasi Indonesia, khususnya di tingkat lokal, akan  lebih cerah dan kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun