Sistem peradilan yang ideal adalah fondasi utama bagi tegaknya supremasi hukum dan keadilan dalam sebuah negara. Namun, di era modern yang dinamis ini, tantangan yang dihadapi lembaga peradilan semakin kompleks, mulai dari praktik korupsi, inefisiensi birokrasi, hingga adaptasi terhadap perkembangan teknologi. Oleh karena itu, reformasi peradilan menjadi sebuah imperatif. Dalam konteks ini, kerangka TRIKON (Kontinuitas, Reformasi, dan Konsolidasi) menawarkan perspektif yang komprehensif untuk mewujudkan peradilan yang berintegritas dan relevan dengan tuntutan zaman.
Kontinuitas dalam konteks reformasi peradilan berarti mempertahankan nilai-nilai luhur dan praktik-praktik baik yang telah teruji. Prinsip-prinsip seperti independensi hakim, persamaan di hadapan hukum, dan proses peradilan yang adil harus tetap dijunjung tinggi. Mekanisme pengawasan yang telah berjalan efektif, seperti pengawasan internal dan eksternal, juga perlu dipertahankan dan bahkan diperkuat. Kontinuitas ini penting untuk menjaga stabilitas dan menghindari terjadinya disrupsi yang justru dapat memperburuk kondisi peradilan. Dengan mempertahankan fondasi yang kuat, reformasi dapat berjalan secara terarah dan berkelanjutan.
Namun, kontinuitas saja tidak cukup. Reformasi yang substansial diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih menghantui lembaga peradilan. Peningkatan integritas aparatur peradilan menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dicapai melalui penguatan sistem rekrutmen dan promosi yang transparan dan akuntabel, penegakan kode etik yang tegas, serta peningkatan kesejahteraan aparatur peradilan. Selain itu, reformasi juga harus menyentuh aspek prosedural, seperti penyederhanaan birokrasi, pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta penguatan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif. Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih modern, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Lebih lanjut, konsolidasi merupakan aspek krusial dalam reformasi peradilan. Konsolidasi menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi antar lembaga penegak hukum, seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kepolisian, dan Kementerian Hukum dan HAM. Koordinasi yang efektif diperlukan dalam penegakan hukum, pertukaran informasi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Selain itu, konsolidasi juga mencakup penguatan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, seperti lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, dan media massa, untuk membangun dukungan publik dan memperkuat pengawasan eksternal. Konsolidasi yang kuat akan menciptakan ekosistem peradilan yang solid dan terintegrasi.
Di era modern yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang pesat, reformasi peradilan melalui lensa TRIKON menjadi semakin relevan. Pemanfaatan teknologi informasi, seperti sistem e-court, persidangan daring, dan publikasi putusan secara online, dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas peradilan. Namun, implementasi teknologi juga harus diimbangi dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai. Selain itu, aspek keamanan siber dan perlindungan data pribadi juga perlu menjadi perhatian serius. Dengan mengintegrasikan teknologi secara bijak, reformasi peradilan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Dengan demikian, reformasi peradilan melalui lensa TRIKON menawarkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Dengan mempertahankan nilai-nilai luhur (Kontinuitas), melakukan perbaikan yang mendasar (Reformasi), dan memperkuat sinergi antar lembaga (Konsolidasi), kita dapat mewujudkan peradilan yang berintegritas, modern, dan mampu memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat di era modern ini. Implementasi TRIKON secara konsisten dan berkelanjutan adalah kunci untuk membangun peradilan yang berwibawa dan dipercaya oleh publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H