Rumah Pelangi adalah sebuah kawasan konservasi hutan dan lahan seluas 90 hektar di Dusun Gunung Benuah, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Kawasan ini berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Pontianak ke arah Tayan. Rumah Pelangi dirintis oleh Pastor Samuel Oton Sidin, OFM Cap. pada tahun 2003. Kendati luas konservasi sangat kecil dibandingkan dengan luas lahan kritis yang ada, apa yang dilakukan Rumah Pelangi merupakan seruan etis kepada khalayak ramai untuk memulai suatu habitus (paradigma) baru yang lebih bersahabat dan ramah terhadap alam. Selama ini wacana pelestarian lingkungan hanya tinggal wacana lip service tanpa tindakan nyata. Pelbagai seminar tentang “Global Warming” terselenggara tanpa tindak lanjut yang jelas. Dengan prinsip “mulai dari diri sendiri”, Pastor Samuel merealisasi kecintaan dan hormatnya terhadap alam melalui proyek Rumah Pelangi. Action Rumah Pelangi yang “kecil” lebih bernilai daripada pelbagai gagasan dan statement ekologis yang hanya tinggal jargon semata. “Magnum in parvo”: bernilai besar dalam hal-hal kecil. Itulah yang dilakukan Rumah Pelangi. Pastor Samuel Oton Sidin adalah seorang pastor biarawan dari Ordo Kapusin; doktor fransiskanologi dari Universitas Antonianum, Roma – Italia. Kiprahnya dalam pelestarian alam merupakan salah satu wujud penghayatan teladan hidup Fransiskus dari Assisi (pendiri ordo fransiskan) yang terkenal sebagai pelindung ekologi. Setelah menunaikan tugas sebagai minister propinsial Ordo Kapusin Pontianak selama dua periode (1997-2003), Pastor Samuel mengabdikan hidupnya untuk upaya konservasi alam di Rumah Pelangi. Pada waktu pemilihan minister propinsial Kapusin pada tahun 2009, ia terpilih kembali untuk memimpin Propinsi Kapusin Pontianak periode 2009-2012. Ketika Pastor Samuel membeli kawasan yang akan dijadikan Rumah Pelangi di hamparan seluas 70 hektar pada tahun 2000, sebagian besar lahan di perbukitan dan rawa-rawa itu merupakan lahan yang rusak. Sisi utara dan selatan area tersebut banyak yang terbakar, sementara di sebelah barat nyaris tanpa pohon karena sudah ditebang. Keanekaragaman hayati sebagai kekayaan alam yang tersimpan di bumi khatulistiwa, turut lenyap dengan musnahnya hutan. Sedikit demi sedikit, kawasan yang rusak itu direhabilitasi. Secara bertahap, area lahan lain seluas 20 hektar juga dibeli sehingga kawasan konservasi bertambah luas. Selain menjadi kawasan konservasi, Rumah Pelangi juga mengedukasi masyarakat tentang bagaimana mengolah lahan yang baik, mengembangkan bibit tanaman, dan mengembangkan usaha produktif dari bercocok tanam. Salah satu metode yang dikembangkan adalah membuat percontohan saluran irigasi dan sawah serta pelestarian mata air. Pastor Samuel membuat sebuah bendungan kecil untuk mengaliri sawah sekitar satu hektare. Selain menjadi sumber air Rumah Pelangi, bendungan itu juga turut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam upaya penyadaran dan pembelajaran terhadap masyarakat sekitar, Pastor Samuel memakai prinsip inside-out. Kesadaran harus ditumbuhkan dari dalam. Ia mengampanyekan pelestarian alam bukan dengan menyalahkan atau melarang masyarakat sekitar yang kebanyakan menebang pohon demi asap dapur. Ia menggugah kesadaran dan rasa hormat terhadap alam melalui contoh teladan dan pendekatan persuasif. Upaya konservasi Rumah Pelangi dilakukan dengan menanam kembali tanaman asli Kalimantan. Ratusan jenis tanaman buah dan pepohonan asli Kalimantan dikembangkan di kawasan itu. Dapat disebut antara lain pohon asam (18 jenis), bambu (15 jenis), pohon keras (14 jenis, misalnya belian, tapang, sengaon, gaharu), dan berbagai jenis buah-buahan seperti rambutan, mangga, langsat, jambu, nangka, dan durian. Sejumlah bunga juga ditemukan seperti pelbagai jenis anggrek dan kantung semar. Rumah Pelangi juga menangkar hewan landak yang makin langka. Hal yang menarik untuk diketahui adalah Pastor Samuel memberi perhatian khusus untuk tanaman alam (hutan) yang tidak memberikan nilai ekonomis. Menurutnya, masyarakat cenderung memusnahkannya dan menggantikannya dengan tanaman yang laku di pasar. Pertimbangan masyarakat tentu bisa dimaklumi. Pastor Samuel justru melestarikannya agar generasi-generasi mendatang tidak hanya sekedar mendengar cerita, melainkan masih dapat melihatnya. Pelbagai tanaman langka itu antara lain mangga hutan, asam bawang, bacang, rambutan hutan, kandis, dan gandaria. Pelangi: Simbol Harmoni dan Perdamaian Nama “Rumah Pelangi” terinspirasi dari kisah Nabi Nuh dalam Kitab Suci. Setelah 40 hari 40 malam banjir raya menimpa manusia, muncul pelangi di cakrawala. Menurut Dr. Samuel, pelangi adalah tanda perdamaian dengan semua; damai dengan alam, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Ia berharap, kehadiran konservasi Rumah Pelangi bisa menjadi seruan bagi kita semua untuk mewujudkan perdamaian dengan alam seperti tersirat dalam simbol pelangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H