Sangat miris sekali anak-anak bahkan bayi digunakan untuk mendukung pekerjaan dalam mencari uang, terlebih digunakan saat mengemis atau dagang tissue/korek-api. Pertanyaan terbesar, siapakah oknum yang mendapat keuntungan dari modus dan fenomena sosial ini? boleh saja suspect adalah sang orang-tua, sang pelaku, yang terutama adalah kemiskinan. Lalu apakah oleh kemiskinan seseorang maka dia dapat dipidana? bagaimana dengan kesejahteraan seorang warga negara yang wajib dilindungi oleh negara? dimanakah peran pemerintah?
Konstitusi melindungi setiap warga negara untuk bekerja, berusaha dan mendapatkan hidup yang lebih baik lagi termasuk dalam kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal. Dimana pun juga kemiskinan menyebabkan kebodohan dan kerusakan tatanan-sosial. Pertanyaan besar berikutnya, bukankah lebih baik menyelesaikan akar persoalannya yakni kemiskinan daripada harus terus-menerus mengalokasikan dana untuk melakukan razia anak jalanan, gelandangan dan pengamen. Orang yang sedang berdagang, seperti PKL bukannya diberdayakan dan dikelola dengan baik tetapi malah digaruk-digaruk dan digaruk.
Tidak akan ada solusi bila penanganan warga miskin kota hanya bersifat parsial saja. Cara penyelesaian tersebut haruslah holistik dan bersifat menyeluruh; bila pemerintah tidak sanggup mencari solusinya silahkan minta bantuan kepada para sosiolog. Bukankah sudah begitu banyak para sosiolog Indonesia di PTS dan PTN yang mumpuni dalam memberikan solusi yang konkrit dan utuh. Tinggalkan cara penyelesaian dengan mengahandalkan kata: 'gusur' dan 'tertibkan'. Para kaum miskin kota adalah warga negara Indonesia, saudara kita; jangan warga negara lain diprioritaskan untuk dilindungi tetapi warga negara sendiri malah ditelantarkan.
Indonesia adalah negara merdeka bagi setiap warga dan masyarakatnya untuk hidup sehat, berpendidikan, dan mendapatkan hidup yang lebih baik lagi. Kemiskinan adalah akar persoalan dan jangan sekali-kali menafikannya. Dan adalah cara berpikir bodoh bila oleh sebab kemiskinan seseorang dituntut di mata hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H