Mohon tunggu...
Lianti P Lontoh
Lianti P Lontoh Mohon Tunggu... Wiraswasta - usaha di bidang fashion dan kuliner

Enterprenuer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bercermin pada Pengalaman

22 Februari 2016   08:58 Diperbarui: 18 Juli 2016   17:38 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat seorang dosen telah memaparkan bahan pengajarannya maka di sisi interpretasi seorang mahasiswa ada empat hal pokok yang mengemuka; yakni: paham-menerima, ragu-ragu, tidak-memahami, dan menguji (mempertanyakan). Agar tidak mengalami 'bias', semestinya seorang mahasiswa di dalam kelas harus kembali memahami posisinya di dalam ruang-kelas saat seorang dosen sedang melakukan transfer-knowledge. Apakah itu, tak lain adalah apakah seorang mahasiswa ingin memposisikan dirinya menjadi seorang engineer, menjadi seorang scientist, ataukah sekedar melekatkan 'titel' di belakang namanya dan nantinya pekerjaan yang akan digeluti bisa apa saja tidak mesti harus sesuai dengan bidang studi yang ditempuh.

Jika antara dosen dan mahasiswa terjali komunikasi yang baik dalam proses belajar-mengajar maka semestinya probabilitas mendekati satu untuk hipotesis hasil pembelajaran sangat baik. Dan semestinya juga seorang mahasiswa haruslah menyadari bahwa tidak hanya aspek objektif parameter ujian dan tugas yang menjadi penilaian namun attitude dan sopan-santun. Dan seorang mahasiswa harus menyadari bahwa jika dirinya ingin 'diloloskan' oleh dosennya (oleh sebab nilai yang jeblok) semestinya bersikap 'humble' bukan 'angkat-dagu'; karena bagaimana mungkin dosennya bisa memberikan nilai 'kepatutan' jika tidak ada satu pun aspek atau 'prestasi' (walaupun subjektif) yang menjadi dasar acuan untuk memberikan nilai tambah. Walaupun faktor-faktor 'bibit' kolusi dan nepotis bisa saja tumbuh, dan sekali lagi itu semua berangkat dari takaran 'wisdom' seorang dosen. Sama halnya dengan profesi seorang hakim, jaksa, polisi, dan terlebih dokter.

Oleh sebab itu kembali lagi dibutuhkan sebuah perangkat atau protokol untuk rekrutasi seorang dosen agar kondisi seperti model 'garbage-in-garbage-out' yang dikenal dalam keilmuan Teknologi Informasi tidak terjadi bahkan dimungkinkan dapat diabaikan/dihindari. Jangan pernah menganggap diri-sendiri sudah 'melebihi' dari dosennya, melainkan mari memposisikan seorang dosen sebagai teman untuk berdiskusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun