Mohon tunggu...
Liana Wafdatul Harishoh
Liana Wafdatul Harishoh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya seorang mahasiswa keperawatan

seorang mahasiswa keperawatan yang ingin memberikan sedikit info menarik seputar kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Euthanasia, Kematian adalah Solusi untuk Penderitaan?

7 Oktober 2024   22:21 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:17 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.shutterstock.com/image-photo/ending-life-concept-collage-art-hand-2464711435

Euthanasia berasal dari kata Yunani yakni "eu" (baik) dan "thanatos" (kematian), dan mengacu pada tindakan kematian yang damai, nyaman, dan tanpa rasa sakit. Lee (2023) dalam artikelnya yang berjudul Ethical Issue of Physician-Assisted Suicide and Euthanasia menyebutkan bahwa euthanasia adalah tindakan untuk secara sengaja memperpendek hidup seorang pasien yang menderita sakit yang luar biasa, atas permintaan pasien atau anggota keluarganya. Dalam hal ini, pasien atau keluarga mungkin berpikir bahwa kematian lebih baik daripada penderitaan yang berkelanjutan. Eutanasia dapat diklasifikasikan menjadi: euthanasia aktif, yang melibatkan tindakan aktif seperti suntikan obat untuk mengakhiri hidup pasien, dan euthanasia pasif, yang melibatkan percepatan waktu kematian dengan menarik tindakan/alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup pasien. 

Euthanasia hanya dapat diberikan kepada pasien dengan kondisi tertentu, contohnya pasien dengan kondisi terminal dimana penyakit yang ia derita memiliki kemungkinan kecil untuk sembuh, dan pasien merasa menderita baik secara fisik maupun psikologis terhadap kondisinya

Bellon et al (2022) menjelaskan dalam artikelnya yang berjudul The role of nurses in euthanasia bahwa legalisasi euthanasia dipelopori oleh negara-negara seperti Belanda (2001) dan Belgia (2002), dan telah diterapkan secara bertahap di Luksemburg (2009), Kolombia (2015), Kanada (2016), negara bagian Victoria di Australia (2017), dan Selandia Baru (2021). Persetujuan dan legalisasi euthanasia telah memberikan kesempatan untuk memutuskan akhir hidup untuk kelompok pasien dengan karakteristik tertentu.

Setiap negara memiliki aturan hukum yang berbeda-beda mengenai euthanasia. Fitri & Putri (2024) dalam artikelnya yang berjudul Comparison of Indonesian and Dutch Laws on the Implementation of Euthanasia membandingkan hukum euthanasia di Indonesia dan Belanda. 

Dalam artikel ini dijelaskan bahwa dari sisi perkembangan waktu ke waktu, negara-negara Eropa sudah jauh lebih maju dalam berbagai aspek, termasuk Belanda. Kemajuan Belanda juga diikuti oleh kemajuan pola pikir masyarakat dan terciptanya regulasi sehingga apapun gagasan yang dibentuk dan diimplementasikan dalam pola tatanan sosial selalu berbanding lurus dengan regulasi yang berlaku. Konsep yang diatur di Belgia tidak jauh berbeda dengan di Belanda, yaitu harus berdasarkan keinginan atau kemauan pasien. 

Sedangkan di Indonesia sendiri, euthanasia masih diperdebatkan. Hingga saat ini, masih ada yang tidak sependapat di kalangan para ahli dan kelompok masyarakat. Berangkat dari fakta tersebut, tindakan euthanasia masih kerap menuai penolakan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan pola pikir manusia dan pengakuan bahwa kematian seseorang merupakan bagian dari hak asasi manusia, sehingga memunculkan perdebatan. 

Terlebih lagi, mayoritas masyarakat indonesia beragama islam. Salah satu fatwa yang MUI keluarkan adalah hukum euthanasia dalam islam adalah haram karena hak untuk menghidupkan dan mematikan manusia hanyalah Allah, serta jika seseorang sedang mengalami suatu penyakit yang parah, maka sesungguhnya ia sedang diuji oleh Allah.

Euthanasia juga masih menjadi perdebatan di berbagai negara. Beberapa menyebutkan bahwa euthanasia merupakan bagian dari otonomi pasien, euthanasia juga dilakukan untuk Meringankan Penderitaan pasien akan suatu penyakit, bahkan beberapa juga menyebutkan bahwa meringankan penderitaan melalui konsumsi yang mematikan adalah manusiawi dan penuh belas kasih, jika pasien sedang sekarat dan penderitaannya tidak dapat disembuhkan. 

Beberapa pihak kontra terhadap euthanasia menyebutkan kekhawatirannya akan Slippery Slope yang dicontohkan oleh daftar alasan yang terus bertambah untuk memilih euthanasia sehingga Rasa sakit fisik yang tidak tertahankan bukan lagi alasan yang paling kuat untuk mengakhiri hidup seseorang melalui euthanasia

Nah, kalo menurut kalian gimana nih? penting ga sih euthanasia di Indonesia? menurut kalian, apakah euthanasia merupakan tindakan yang etis dan bermoral?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun