Purwodadi, Pasuruan (27 Agustus 2021) -- Masalah gizi buruk hingga kini masih menjadi tantangan bagi sektor kesehatan di Indonesia. Adanya pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 menambah permasalahan baru dalam penanganan gizi buruk. Dampak pandemi yang mengganggu seluruh sektor kehidupan masyarakat, mulai dari sektor ekonomi hingga kesehatan membuat pemenuhan gizi masyarakat terhambat, terutama pemenuhan gizi anak yang sangat krusial bagi masa pertumbuhannya. Masalah ini juga dialami oleh warga di Desa Sentul, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Hal ini diketahui dari kegiatan Posyandu yang dilaksanakan pada Kamis (12/8), hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita menunjukkan beberapa anak memiliki indikasi gizi buruk hingga stunting yang ditandai dengan berat badan dan tinggi badan kurang dari standar normal.
Liananta Fawzia Wulandari, salah satu mahasiswi Universitas Jember (UNEJ) yang sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sentul melakukan pendampingan cara mencegah stunting pada keluarga Ibu Nur Hidayati yang memiliki anak usia 7 bulan dengan berat badan dan tinggi badan di bawah standar. Salah satu bentuk pendampingan yang dilakukan adalah edukasi pengasuhan responsif dengan cara menyampaikan materi terkait pengasuhan responsif dan diskusi bersama Ibu Nur Hidayati. Berdasarkan hasil diskusi diketahui bahwa Ibu Nur Hidayati belum mengetahui terkait pola pengasuhan secara umum, termasuk pola pengasuhan responsif. Menurut beliau, adanya pendampingan dari mahasiswa KKN sangat membantu untuk mengembangkan diri orangtua dan agar keluarga dapat memberikan pengasuhan yang lebih baik pada anak sejak dini.
Edukasi pengasuhan responsif oleh mahasiswa KKN dilanjutkan dengan pemberian stimulasi sensorik pada anak melalui mainan edukatif sensory board. Selain melatih kemampuan sensorik anak, orangtua juga bisa menerapkan pola pengasuhan responsif yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan pembuatan sensory board terdiri dari bahan apapun di rumah yang memiliki tekstur berbeda-beda dan aman untuk anak. Manfaatnya adalah memicu perkembangan saraf otak sehingga pertumbuhan anak bisa tercapai secara optimal. Ibu Nur Hidayati mengungkapkan bahwa pembuatan sensory board sangat mudah mengingat manfaatnya yang sangat besar.
"Permainannya kelihatan sederhana, tapi ternyata anaknya senang karena warna-warni dan teksturnya berbeda. Bisa latihan merangkak juga ya mbak ini ukurannya cukup besar. Cara membuatnya juga nggak susah, bisa bikin bareng dengan kakaknya jadi lebih menyenangkan" tambahnya.
Informasi lebih lanjut mengenai KKN BTV III UNEJ dapat diakses melalui Facebook KKN BTV III UNEJ dengan link berikut: https://www.facebook.com/groups/2934052860254515/?ref=shareÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H