Mohon tunggu...
Lia Hikmatulmaula
Lia Hikmatulmaula Mohon Tunggu... Seniman - Ingin berbagi tulisan

Ingin berbagi tulisan semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Usia Senja Tak Mempengaruhi Semangat Muda Sang Pengayuh Becak

20 Juni 2019   13:50 Diperbarui: 20 Juni 2019   13:58 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Riza Maulida

Di sebuah desa tepatnya di desa Salam Kidul, Kudus, Jawa Tengah, hiduplah sepasang suami istri, beliau ialah Bapak Mardikan beserta istri tercinta Ibu Kamiseh. Bapak Mardikan mempunyai tiga orang anak, dua putra dan satu putri. Ketiga anaknya telah menikah dan kini mereka telah memiliki kehidupan masing-masing.

Di usia yang menginjak senja, Bapak Mardikan dengan gigih tetap mencari nafkah demi menyambung hidupnya. Beliau berprofesi sebagai tukang becak.
Meski sudah tua, becak usang yang dikayuhnya setiap hari masih sangat kuat untuk menompang beban berat. Setiap hari becak dibersihkan dan dirawat agar memberikan kenyamanan kepada penumpang nantinya. Setelah becak siap, lalu pak Mardikan siap berangkat mencari nafkah.

Bapak Mardikan merupakan salah satu tukang becak yang masih bertahan hingga saat ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa transportasi becak mulai kehilangan peminat di zaman modern ini. Namun, beliau tetap setia melanjutkan profesi yang telah bertahun-tahun digelutinya itu. Kurang lebih selama 25 tahun beliau telah menjalankan profesinya sebagai tukang becak.

Sebelum beralih menjadi tukang becak, dahulu Bapak Mardikan merupakan karyawan di sebuah pabrik percetakan, akan tetapi semua tak berjalan lancar. Pabrik tersebut bangkrut dan mengharuskan beliau untuk mencari pekerjaan baru. Hingga akhirnya beliau menemukan pekerjaan yang kini ditekuninya yakni menjadi tukang becak.

Di depan toko mas Kupu atau di sekitar pasar Kliwon merupakan tempat pangkal becak milik bapak Mardikan. Di tempat itulah beliau menunggu penumpang yang lalu lalang dari pasar Kliwon. Biasanya beliau mulai berangkat bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore. Penghasilan yang didapat pun tidaklah seberapa dan tidak menentu, namun yang terpenting bagi beliau ialah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama istrinya.
Ibu Kamiseh tentu sangat bersyukur karena mempunyai suami yang sabar dan tegar seperti Bapak Mardikan. Bapak Mardikan tetap setia berada di sisi ibu Kamiseh yang selama kurang lebih tiga tahun ini menderita diabetes. Beruntungnya beliau mempunyai kartu BPJS yang setidaknya dapat meringankan biaya pengobatan sang istri. Hanya iringan do'a yang kini menjadi harapan utama agar diberi kesembuhan serta kekuatan.

Terkadang mengeluh menjadi satu-satunya hal yang biasa dilakukan seseorang dalam kondisi terpuruk. Namun, melihat perjuangan bapak Mardikan, seorang pengayuh becak yang masih tekun bekerja hingga di usia senja, merupakan suatu hal yang menjadi inspirasi kita agar hiduplah dengan kerja keras tanpa mengeluh dan jangan menyerah selagi kita masih diberi kesehatan oleh Sang Pencipta. Luar biasa. Dua kata yang menjadi perwakilan betapa hebatnya kehidupan seorang pengayuh becak bernama Bapak Mardikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun