Mohon tunggu...
Humaniora

Wajah Perbatasan Nusantara

11 Juni 2015   16:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:06 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Indonesia, Negara dengan kepulauan yang tak terhitung jumlahnya. Terbentang dari sabang sampai papua, Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Terlepas dari semua keindahan dan kekayaan alam Indonesia, ternyata masih banyak penduduk Indonesia yang tidak mengenali buminya sendiri. Sungguh ironis, mereka lahir dan tinggal di Indonesia tetapi mereka tidak mengenali negerinya sendiri. Inilah potret masih lemahnya rasa cinta tanah air dan nasionalisme masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang berada di daerah perbatasan Indonesia.

Penduduk daerah perbatasan, seakan di anaktirikan oleh negeri ini terutama oleh pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib mereka. Para petinggi negeri ini lupa akan rakyatnya yang berada di ambang terluar Indonesia. Misalnya saja, pada penduduk perbatasan yang berada di Kalimantan barat, mereka lebih cenderung melakukan aktivitas sosial ekonomi ke Serawak, Malaysia. Mereka juga lebih banyak menggunakan mata uang ringgit dari pada rupiah. Bahkan ada juga penduduk yang notabennya masih tinggal di wilayah kedaulatan Indonesia tetapi memiliki KTP dan akta kelahiran Malaysia. Ironisnya lagi ketika masyarakat perbatasan Kalimantan, tidak mengetahui siapa Presiden mereka tapi mereka lebih mengetahui siapa Perdana Menteri Malaysia.

Tak sedikit penduduk perbatasan yang menggantungkan pasokan listrik dari Negara tetangga. Jalan aspal pun di bangun oleh kontraktor Negara tetangga. Penduduk daerah perbatasan tidak bisa di salahkan sepenuhnya atas keadaan ini. Wajar saja jika mereka berpihak pada siapa yang bisa memberikan kesejahteraan untuk mereka. Lalu di mana peran pemerintah Indonesia?

Petinggi negeri ini nampaknya terlalu sibuk dengan metropolitannya. Saat di ibu kota lengkap dengan seluruh infrastrukstur, perbatasan nusantara justru tak tersentuh. Saat pemerintah terus menyempurnakan ibu kota, wilayah terluar Indonesia justru tidak terfikirkan. Atas dasar ketimpangan ini, tidak heran jika penduduk daerah perbatasan merelakan wilayahnya untuk Negara tetangga. Bukan hal yang tidak mungkin juga jika mereka akan berganti status kewarganegaraan. Raga mereka memang berada di nusantara, tapi jiwa mereka berada di Negara tetangga.

Jika keadaan ini terus saja terjadi, wilayah nusantara akan terus di gerogoti oleh Negara tetangga. Bukan hal yang aneh juga jika akan muncul lagi gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI, karena mereka merasa di perlakukan dengan tidak adil dan tidak di perhatikan. Akhirnya, wilayah nusantara pun akan terlepas satu-persatu. Jika, hal itu telah terjadi bangsa Indonesia baru akan merasa sangat marah. Dan memang penyesalan itu selalu datang di akhir. Untuk itu, berkaca dari pengalaman hendaknya pemerintah harus lebih memperhatikan lagi wilayah perbatasan nusantara.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun