Kemaren lagi musim-musimnya demo penolakan kenaikan harga BBM, rame yeuh. Pake maenan kembang api pula ya. Saya rasa masa kecil mereka kurang bahagia. Kurang merasakan aktifnya lari-lari atau teriak-teriak. Mungkin waktu kecilnya kebanyakan di bedong sama di bekap. Jadi, udah gede langsung lepas kendali...hehehehe ups no offense ya.. cuma bercanda! ^^v
Ada yang kontra, ada yang pro dengan demo tersebut. Seperti obrolan bapak-bapak warung kopi di dekat tempat saya tinggal. Bapak yang satu semangat mendukung para mahasiswa itu berdemo, tetapi 3 lainnya malah mencaci maki dan marah karena terhalang macet dan takut mengantar anak-anaknya sekolah. Dan saya termasuk yang kontra dengan cara "demo seperti itu".
Saya mahasiswa, tetapi selama 7 tahun saya kuliah tidak pernah sekalipun mengikuti "demo seperti itu" sekalipun. kenapa saya sebut "demo seperti itu"?. Karena sejak bergelar MAHAsiswa saya selalu punya prinsip dan sudut pandang yang berbeda soal demo. Gelar Maha didepan kata siswa itu merupakan gelar tinggi yang penuh tanggung jawab. Bukan lagi seperti anak ABG yang apa-apa harus merengek, setidaknya kata MAHA itu seharusnya benar-benar menujukkan bahwa saya adalah cendekiawan dan kaum intelek.
Yang membuat saya tergelitik adalah saat orang-orang pecinta demo membuat pernyataan bahwa.. "kami melakukan ini untuk rakyat. agar rakyat tak lagi tersiksa dengan pemerintah yang semakin semena-mena.." Lalu saya bertanya kepada mereka " emang pernah bikin kuisioner tentang apa kemauan rakyat?setidaknya bikinlah 100, klo lebih dari 50% rakyat merasa disusahkan, saya ga akan membantah pernyataan mba/mas tentang ini.. " lalu kemudian saya berkata lagi " benarkah untuk kepentingan rakyat??bukan karna ambisi pribadi atau golongan tertentu?? " saya tidak mendapat jawaban pasti tentang ini. Mereka hanya berputar-putar saja.
Sampai pada pernyataan mereka yang bilang "demo seperti ini" adalah jalan satu2nya. Saya kembali bertanya " benarkah? ga adakah cara yang lebih intelek dari turun kejalan seperti itu? yang lebih mencerminkan bahwa kita adalah MAHAsiswa? melalui tulisan mungkin?" Mereka menjawab "udah banyak mba tylisan-tulisan tentang itu, bahkan media-media TV nasional banyak tuh yang bikin acara buat mengkritik pemerintah dan ga ada satupun yang di gubris.."
Huft..saya kembali menghela nafas. Bukan karena ga bisa membalas bantahan mereka. Tapi kenapa hanya cara kasar ala bar-bar yang ada difikiran mereka.
Tulisan yang saya baca dan saya liat atau kritikan yang saya tonton biasanya hanya dari satu individu dan individunya "dia lagi dia lagi" ga adakah yang lain?? apa yang saya maksud demo intelek disini adalah cobalah yang ikut ke jalan, 500 orang aja, dikumpulkan di satu lapangan dengan gadgetnya masing-masing membuat sebuah tulisan tentang pemerintahan. Setelah itu,tulisan yang mereka buat di postkan serentak di satu forum ternama, misalnya di kompasiana ini. Dengan judul yang sama "WAKE UP CALL FOR GOVERNMENT". Saya yakin ini akan lebih menarik perhatian dari pada hanya satu individu yang mempostingnya. Belum lagi beberapa atau bahkan semua tulisan itu di share di berbagai Medsoc seperti Facebook dan twitter. Berapa banyak aspirasi yang tersalurkan. Saya jawab: TAK TERHINGGA.
Cara ini terlihat lebih intelek bukan? dari pada harus berkoar turun ke jalan dan panas-panas belum lagi hujan-hujanan lalu kebanjiran. :D . Manfaatkan media yang ada. Facebook atau Twitter bukan hanya menulis uneg2 kita ke pacar atau selingkuhan. Dari pada frontal buat caci maki atau menzolimi orang, atau apdet cuma buat bilang "saya sedang berdemo disini lohhhhh...." mending buat share info yang lebih nendang perhatian.
Prinsipnya sama, saat kamu turun ke jalan hanya sendiri, siapa yang akan peduli? Saat yang menulis hanya satu jiwa, siapa yang membaca? Turun kejalan bersama-sama malah membuat banyak orang lebih sengsara. Yuk hasilkan tulisan yang benar-benar mencerminkan cendekiawan. Ga perlu takut di cap jelek atau ga sesuai kaidah penulisan bahasa indonesia, yang menting tidak membawa sara, dan dengan bahasa yang berbudaya tentunya.
Jangan jadikan ALASAN sebagai PEMBENARAN untuk melakukan hal yang seharusnya, sebaiknya, dan sebenarnya kita lakukan..(Noril Milantara)
Best Regards,