Mohon tunggu...
Lia Kurniawati
Lia Kurniawati Mohon Tunggu... Dosen - Realistis dan No Drama

Author - Founder Manajemen Emosi & Pikiran (MEP) Dosen Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remeh Temeh Nikmat dan Bentuk Syukur

4 Juli 2015   06:55 Diperbarui: 4 Juli 2015   07:14 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini selepas sholat subuh, mencoba peruntungan bergelut sinyal di dalam kamar yang cukup luas untuk seorang diri ditemani laptop dan diiringi lagu-lagu religi ala-ala aku. Tak seperti sinyal disiang hari,  sinyal pagi ini membuatku bersemangat membaca email-email tanpa gangguan buffering hingga email-email yang berjumlah hampir 6000 an itu dengan mudah ku baca, satu persatu ku sortir mana email yang menurutku penting dan segera ku delete email yang berisi iklan. Membaca email seorang  Munif Chatib tentang seseorang yang bergelut dengan ginjal 4 di tubuhnya sangat menginspirasi.

Inspirasi bahwa ternyata masih banyak hal-hal yang belum aku syukuri, dimana orang lain dalam keadaan sakitpun masih mampu memberikan kontribusi dan manfaat untuk orang lain, sedangkan aku ? apa yang mampu aku lakukan untuk diri, keluarga dan lingkunganku. Berbagai bentuk syukur ternyata masih terkotak – kotak, kesyukuran jika saja mendapatkan sesuatu yang menyenangkan hati baru kita mengingat Nya dan mengucap Alhamdulillah, namun seringkali melewatkan kenikmatan yang didapat. Hal-hal remeh yang seringkali terlupakan seperti misalnya tatkala aku mampu memencet tombol huruf guna merangkaikan kata-kata berbentuk kalimat saat ini. Sesungguhnya tiada hal remeh yang Allah ciptakan sia-sia dan semuanya telah Allah skenariokan akan membawa dampak dan manfaat yang luar biasa besar.

Kenikmatan dari indrawi yang dimiliki, jangankan kenikmatan dari 5 panca indra yang harus di syukuri dari 2 indra saja sudah banyak yang tak terurai apa saja nikmat yang patut di syukuri tersebut. Mata yang mampu melihat deretan huruf-huruf di layar laptop dan melihat huruf-huruf pada keyboard laptop, telinga yang masih mampu mendengar lagu-lagu religi favorit, jari-jari tangan berbalut kulit sebagai indra peraba mampu merasakan lembut dan kerasnya tombol yang ku pijit, subhanalloh, benar adanya jika Allah berfirman dalam QS. Ar Rahman, kalimat yang berulang 31 kali Fa biayyi alaa'i Rabbi kuma Tukadzdziban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.

Jika dikaitkan dalam salah satu aspek pendidikan kehidupan keseharian, bentuk syukur dari anggota tubuh yang kita miliki merupakan cara Allah mendidik bagaimana kita membilang, memanfaatkan dan mensyukuri ke 10 jari yang kita miliki, baik di kaki ataupun tangan. Bagaimana kita, memanfaatkan dan mensyukuri kedua mata yang mampu melihat warna dunia.  Bagaimana kita, memanfaatkan dan mensyukuri setiap gerak langkah dari kaki yang mampu berjalan dan berdiri bahkan ketika sakitpun Allah memberikan jaminan bahwa rasa sakit itu memberikan manfaat pada diri sebagai kaffarat (penggugur dosa).

Dan kenikmatan-kenikmatan itu patut di syukuri hingga Allah berkehendak bahwa manusia memberikan manfaat untuk diri dan orang lain, karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberikan manfaat. Ada hal menarik mengutip news letter  pada tanggal 25 Maret 2014 dari seorang Munif Chatib, “Bedanya ORANG YANG BERMANFAAT dan ORANG YANG DIMANFAATKAN adalah pada TUJUAN PEMBERI MANFAAT. Ketika PEMBERI MANFAAT menginginkan PAMRIH maka DIA SUDAH DIMANFAATKAN. Sebaliknya kala PEMBERI MANFAAT IKHLAS dan tak punya PAMRIH apa-apa, sesungguhnya DIA ADALAH ORANG YANG BERMANFAAT”. 

Refleksi diri dari hal-hal yang patut di syukuri, di mulai dari hal-hal yang dianggap remeh temeh  sekalipun sesungguhnya ada manfaat dibalik itu semua. Entah manfaat bagi diri maupun orang lain. Entah mempunyai tujuan abtraksi ataupun secara kongkrit. Kenapa hal tersebut menjadi penting karena sesungguhnya jika saja setiap manusia berniatkan serta bertujuan beribadah hanya karena Allah semata maka semua hal yang kita rasakan dan  lakukan akan memberikan manfaat bagi diri dan orang lain.

Subhanallah, Fa biayyi alaa'i Rabbi kuma Tukadzdziban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun