Suatu sore,menjelang natal, aku dan ibuku duduk di dekat perapian rumah. Kami baru saja menggantung gantungkan kaos kaki natal. Ibuku membuatkanku coklat panas dan membawakanku kue jahe kesukaanku sejak kecil. Saat kami terlibat dalam pembicaran tentang hadiah hadiah natal apa yang akan kami berikan nanti,ayahku datang dari pintu belakang. Dia baru saja membersihkan halaman belakang yang penuh dengan salju. Ibu mengajak ayahku untuk menikmati coklat panas dan kue jahe bersamaku. Tapi,ayah menolaknya.
"Aku akan pergi untuk mengisi bensin mobilmu," kata ayah ke pada ibu.
Ibu tersenyum pada ayah. Setelah ayah mencium kening ibuku, dia berangkat mengisi tangki bensin mobil ibuku.
"Untuk apa ayah repot repot mengisi tangki bensin ibu sekarang? Bukankah bisa dilakukan esok siang sepulang kita dari gereja?" tanyaku pada ibuku.
Ibuku tersenyum manis kepadaku.
"Karena memang itu tugas ayahmu,Marie," jawab ibuku.
"Bu, setahuku selama ini ibu tidak pernah mengisi bensin sendiri. Selalu ayah yang melakukannya. Ibu tidak kasihan pada ayah? Apa ibu menghukum ayah untuk mengisi bensin mobil ibu selamanya?"
"Ibu tidak pernah menghukum ayahmu dan tentu saja ibu kasihan. Tetapi ayahmu lebih kasihan kepada ibu." "Maksud ibu?"
"Ibu akan mengatakannya padamu,karena kamu sekarang sudah cukup dewasa. Begini Marie, saat ayahmu menikahi ibu, ayahmu tahu kalau ibu sangat tidak tahan dengan bau bensin. Ibu selalu merasa mual bahkan muntah mencium bau bensin. Maka sejak itu, kami berbagi tugas. Ayahmu mendapatkan tugas untuk mengisi bensin mobil ibu, memotong rumput di halaman dan membetulkan bagian bagian dari rumah ini jika ada yang rusak. Ibu bertugas memasak, mengurus anak anak, menyiapkan baju ayah termasuk mencuci dan menyetrikanya. Ayah dan ibu melakukan semua itu dengan tulus, dan itu sudah berjalan selama dua puluh dua tahun pernikahan kami."
Aku terdiam, nyaris tak percaya dengan pembagian tugas dalam perkawinan ayah dan ibuku. "Marie, ibu tidak pernah mengeluh saat ibu harus menyiapkan keperluan ayahmu. Ibu tulus dan senang melakukan semua itu, begitu juga ayahmu. Dengar anakku, jika kita melakukan sesuatu dengan cinta dan ketulusan, rasa lelah itu tak akan pernah terasa. Ibu senang ketika melihat ayahmu memakai baju yang disetrika ibu dan dia mendapat pujian dari teman temannya, karena bajunya selalu rapi. Di balik penampilan ayahmu yang selalu rapi dan menwan itu, ada campur tangan ibu disitu."
Aku mulai terharu dengan kata kata ibuku.