Situasi saat ini, yaitu pada abad ke-21 dunia sedang menghadapi fase Revolusi Industri 5.0 yang juga sering disebut dengan sistem cyber-fisik. Peran teknologi di era revolusi industri 5.0 mengambil alih hampir sebagian besar aktivitas kehidupan manusia. Salah satu kemajuan teknologi terbesar saat ini dalam perkembangan revolusi industri yaitu adanya Artificial Intellegence yang menjadi salah satu dari pilar utama teknologi. Artificial Intellegence adalah “kecerdasan” buatan manusia yang setidaknya terbenam dalam operasi komputasi dan robotika.
Istilah Artificial Intellegence atau AI, berasal dari sebuah konferensi bernama Dartmouth Conferences pada tahun 1955, dan orang yang menginspirasinya adalah John McCarthy (1927-2011). Ia mengartikan kecerdasan buatan atau AI dengan begitu mudahnya: “Kecerdasan buatan adalah Sains dan Teknik untuk membuat mesin cerdas/pintar.” Di satu sisi kemajuan teknologi khususnya Artificial Intellegence memberikan optimisme terhadap kemanfaatan dan kemudahan dalam berbagai bidang kehidupan. Namun, di sisi lain kemajuan Artificial Intelligence berdampak pada tergantikannya peran manusia di dunia pekerjaan dengan penggunaan mesin dan robot berteknologi AI. Sehingga, menyebabkan terjadinya angka pengangguran yang meningkat. Dari permasalahan tersebut maka muncullah sebuah pertanyaan, apakah AI akan mampu menggantikan peran manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan?
Pertanyaan tersebut mungkin terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Sebenarnya, sampai kapanpun AI tidak akan mampu mengalahkan peran manusia. Terbilang aneh jika manusia menciptakan teknologi yang digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Mungkin dalam beberapa hal, AI mampu melakukan sebuah pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh manusia. Namun, jangan lupa bahwa manusia memiliki jiwa, sedangkan AI tidak. Salah satu kemampuan lain yang lebih penting dari jiwa adalah kemampuan dalam hal beragama, terutama Islam. Agama tersebut menjadikan jiwa sebagai ide dasar dalam beragama. Sebagai agama yang Shalih wa likulli Zaman wa Makan, Islam juga pasti memiliki pandangan tentang AI. Lalu, bagaimana AI dipandang dari perspektif Islam? Perkembangan peran AI dalam perspektif islam bisa kita nilai berdasarkan Al Qur’an, Tafsir Hadits, maupun pandangan Ahli Agama.
Artifical Intelligensi berdasarkan Al Qur’an
Islam tidak akan membatasi bagaimana teknologi berkembang. Justru sebaliknya, Islam akan mendukung perkembangan teknologi itu. Sebab pastinya perkembangan teknologi AI akan membantu syi’ar agama Islam ke depannya. Justru, adanya teknologi merupakan anugerah Allah SWT kepada manusia untuk menjadi bekal guna menjawab tantangan Allah SWT. Maksudnya agar manusia menggali atau memanfaatkan potensi langit dan bumi sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rahman : 33.
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika mampu menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan paksaan (dari Allah).” (QS Ar-Rahman : 33)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kisa simpulkan bahwa tidak ada salahnya kita menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai alat atau perantara untuk membantu memudahkan pekerjaan kita selama kita menguasai perkembangan AI tersebut serta bijak dalam memanfaatkannya. Sehingga, peran AI tersebut tidak menghilangkan peran manusia dalam potensi akalnya untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan, dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam dunia kerja, bisnis, maupun pendidikan (Saihu, 2021).
Artifical Intelligensi berdasarkan Hadits
Dalam salah satu hadis, dikisahkan bahwa nabi melihat pengelolaan kurma yang berbeda oleh sahabat agar mengahsilkan buah yang bagus. Nabi memberi komentar bahwa jika tidak melakukan hal demikian pun kurma akan tetap bagus, namun kelak ternyata kurma hasil pengelolaan yang umum atau biasa nabi ketahui menghasilkan kurma yang biasa bahkan tergolong jelek. Nabi pun bertanya “Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini? Maka sahabat menjawab “Wahai Rasulullah, Engkau telah berkata kepada kita begini dan begitu”. Mendengar keterangan yang diberikan oleh sahabat, Nabi pun berkata:
“Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim)