Fenomena Jedag Jedug dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan Sosial
Kita semua sudah tidak asing lagi dengan istilah jedag-jedug. Istilah ini berasal dari genre musik Electronic Dance Music (EDM), yang dicirikan oleh beat cepat dan dentuman bass kuat, sehingga terdengar seperti "jedag-jedug". Dalam beberapa tahun terakhir, jedag-jedug tidak hanya populer sebagai aliran musik tetapi juga menjadi tren di berbagai platform digital.
Berdasarkan artikel Universitas Islam Indonesia, aplikasi TikTok dan CapCut menjadi dua aplikasi yang paling banyak diunduh di Indonesia sepanjang tahun 2023. Data dari Business of Apps menunjukkan bahwa TikTok diunduh sebanyak 67,4 juta kali, sementara CapCut mencapai 53,9 juta kali. TikTok berperan sebagai platform untuk berbagi video pendek, sedangkan CapCut memfasilitasi pembuatan konten kreatif, terutama dengan template yang menggunakan musik jedag-jedug.
Namun, di balik kesuksesan tren ini, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa orang pertama yang mempopulerkannya adalah Yassdi, atau yang lebih dikenal sebagai Vinky YT, melalui YouTube. Berkat Vinky YT, tren jedag-jedug semakin populer dan bahkan diadopsi oleh konten kreator internasional.
Dampak Sosial dan Kesehatan Mental
Walaupun jedag-jedug terlihat menyenangkan, ada sejumlah dampak sosial yang perlu diperhatikan. Proses pembuatan video dengan konsep ini memerlukan kreativitas, dan banyak pengguna cenderung memilih konsep "hedonisme" untuk membuat kontennya terlihat lebih menarik. Meskipun tidak semua orang mengikuti pola ini, dorongan untuk tampil keren di media sosial menjadi faktor yang memengaruhi gaya hidup banyak orang, khususnya generasi muda.
Keinginan untuk selalu tampil relevan kerap mendorong orang untuk mengikuti tren secara berlebihan. Hal ini dapat memicu tekanan sosial, terutama bagi remaja, yang sering merasa harus memenuhi ekspektasi tertentu agar diterima dalam lingkungannya. Kecenderungan ini dapat meningkatkan kecemasan dan perasaan rendah diri akibat perbandingan sosial yang tak terhindarkan.
Selain itu, tren seperti jedag-jedug sering kali memicu fenomena FOMO (Fear of Missing Out), yaitu rasa takut ketinggalan tren terbaru. Tidak sedikit orang yang merasa perlu mengikuti apa yang sedang viral, meskipun hal tersebut tidak selalu positif. Contoh tren negatif yang muncul misalnya penggunaan pakaian yang tidak pantas atau berpose dengan cara yang tidak senonoh. Tren semacam ini tentu berisiko mempengaruhi perilaku dan nilai sosial masyarakat jika tidak disikapi dengan bijak.
Manfaat Positif dari Tren Jedag-Jedug
Di samping dampak negatif, tren jedag-jedug juga menawarkan berbagai manfaat. Salah satunya adalah sebagai sarana hiburan yang menyegarkan. Banyak konten kreator yang memanfaatkan jedag-jedug untuk berbagi video lucu dan kreatif, sehingga memberikan hiburan ringan bagi penonton. Selain itu, platform seperti TikTok dan CapCut memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi menarik dalam bentuk yang kreatif dan mudah dicerna.