Mohon tunggu...
Lia Prasetyaningrum
Lia Prasetyaningrum Mohon Tunggu... -

Assalamu'alaikum...\r\nHidup itu perlu perjuangan, Keep Fighting :D

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Pernikahan Terancam Berbagai Persoalan

21 Februari 2014   04:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku      : Jangan Bercerai Bunda Penulis             : Asma Nadia, dkk Penerbit           : AsmaNadia Publishing House Cetakan           : Pertama, September 2013 Tebal Buku      : xiv + 298 halaman ISBN               : 978-602-9055-20-7 Harga              : Rp. 55.000,-

Cinta sekali yang dimiliki

Akankah tetap melukis senyuman

Saat pernikahan terancam aneka persoalan

Dan berbagai pihak dengan gigih berusaha memisahkan?

Jangan Bercerai, Bunda... adalah suara hati, harapan sebagian besar anak saat melihat rumah yang menjadi atap bagi keluarga mereka, guncang.

Sebagai orang dewasa, mudah bagi kita memahami bahwa pernikahan tak selamanya berlangsung sesuai harapan dan rencana. Mahligai rumah tangga yang sejatinya ingin meraih sakinah mawadah wa rahmah, ternyata tak mudah dijalani. Selalu ada ujian dan tantangan yang harus dilalui. Setiap orang berubah, perubahan berdampak pada penyesuaian kebutuhan, termasuk kebutuhan untuk diperhatikan dan dicintai.

Semakin maraknya fenomena ketuk palu sidang yang resmi memisahkan suami istri, memberi kesan bahwa keputusan cerai semakin mudah. Perkara halal yang dibenci Allah ini menjadi akhir ketika sebuah pernikahan tidak berjalan, jika cinta kehilangan pesona, jika pasangan kehilangan daya tarik, bahkan jika orang ketiga hadir. Dan apapun penyebabnya, perpisahan selalu menciptakan kesedihan bagi pihak yang merasa ditinggalkan atau dikhianati. Fenomena ini lah yang melatarbelakangi Asma Nadia mengumpulkan kisah nyata dengan tema perceraian.

Buku yang ditulis Asma Nadia dan kawan-kawan ini memuat 18 kisah yang mewakili berbagai permasalahan rumah tangga yang ada di sekitar kita. Tulisan-tulisan ini telah menjadi media belajar bagi saya, dan semoga bagi pembaca lain. Mengajak kita untuk belajar dari pengalaman orang lain, bersikap logis dan objektif. Permasalahan rumah tangga memang selalu menyisakan ruang refleksi dan belajar bagi siapa saja yang membacanya, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah.

Buku Jangan Bercerai Bunda ini mengingatkan saya dengan Judith S. Wallerstein, Ph.D dalam bukunyaWhat About the Kids: Raising Your Children Before, During, and After Divorce. Perceraian dan perpisahan orang tua membuat anak takut, tanpa memandang usia sang anak. Hal ini disebabkan anak berpandangan, jika orang tuanya bisa saling menyakiti dan meninggalkan, maka akan ada saatnya pula orang tua meninggalkannya. Anak membutuhkan keyakinan bahwa hal yang dipikirkannya tidak benar. Sekalipun demikian, rasa aman yang ditumbuhkan pada anak bukanlah rasa aman yang semu. Anak perlu mengetahui bahwa keberadaanayah dan ibu bersamanya, bukan berarti meralat keputusan untuk bercerai, namun orang tua tetap ada demi dirinya, dan ia tidak akan kehilangan kasih sayang mereka, hanya karena bercerai. Sekalipun tidak bisa berbaik-baik pada pasangan, sebaiknya setiap pasangan mengingat bahwa sebagaimana pernikahan adalah keputusan berdua, maka semua risiko yang terjadi setelahnya adalah tanggung jawab berdua. Jangan menimpakannya pada anak. Pemikiran ini sebaiknya menjadi dasar sikap, ketika menghadapi perceraian. Hal yang penting untuk diingat bahwa reaksi dan dampak perceraian terhadap anak sebenarnya dapat diatasi jika setiap pasangan memberi dukungan yang positif pada anak sejak awal. Tetapi jika perceraian sudah terlanjur mengarah ke situasi yang negatif, tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaikinya, karena anak-anak membutuhkannya, berapa pun usia mereka.

Seorang Psikolog,Dra. Sugiarti Musabiq, M.Kes juga mengungkap pentingnyaayahdan ibu yang telah berpisah untuk mengesampingkan kepentingan diri sendiri, "Perceraian, bagaimanapun prosesnya, memang tetap mengandung konflik dan mempengaruhi emosi pasangan maupun anak. Senantiasa ada masa transisi yang relatif berat. Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan keadaan yang semula tenang menjadi bergejolak karena ketidaksepahaman maupun konflik antara pasangan, yang mau tidak mau berefek pada sikap, tingkah laku dan perkataan, baik yang disadari maupun tidak." Menurutnya lagi, warna, intensitas konflik, serta ketegangan yang terjadi sangat tergantung pada penyebab perceraian. Seperti perceraian yang bebas dari masalah orang ketiga, hingga perceraian yang diperburuk oleh perselingkuhan, disertai cemburu, marah, bahkan kecewa. Maka akan sangat keruh atmosfer yang terasa sepanjang masa menjelang hingga proses perceraian secara legal berlangsung. Kondisi inilah, menurut Sugiarti, seringkali tidak terpikirkan oleh pasangan yang menjalani proses perceraian. Hal ini sebenarnya tidak mudah, karena pada pasangan yang akan bercerai, umumnya mereka sudah lelah dengan beban perasaan-perasaan negatif selama konflik terjadi. Padahal, status anak, tidak berubah. Sekalipun orang tua berpisah, mendidik anak adalah tanggung jawab bersama.

Buku yang diterbitkan AsmaNadia Publishing House ini, memang sangat cocok bagi mereka yang ingin terhindar dari perceraian dan ingin meraih sakinah, atau pasangan yang berada dalam situasi dilema antara berpisah atau tetap bersama. Buku ini juga sebagai obat mujarab untuk mengobati hati dan mencari kekuatan bagi mereka yang terpaksa harus menempuh jalur perceraian.

“Perbuatan halal yang dimurkai Allah ialah talak”

Riwayat Abu Daud dan Hakim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun