Mohon tunggu...
LHKP PP MUHAMMADIYAH
LHKP PP MUHAMMADIYAH Mohon Tunggu... Lainnya - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP merupakan lembaga yang berada di bawah struktur pimpinan pusat Muhammadiyah yang bergerak di bidang kebijakan, politik, demokrasi, dan masyarakat sipil

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketimpangan Keadilan Sosial Menjadi Bahasan Pada Seminar Refleksi Akhir Tahun 2024

24 Desember 2024   21:13 Diperbarui: 24 Desember 2024   21:30 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin (23/12), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar seminar refleksi akhir tahun 2024 dengan tajuk "Ketimpangan Keadilan Sosial: Refleksi Politik Kekuasaan, HAM, Anti Korupsi, dan Tata Kelola SDA." Kegiatan tersebut diselenggarakan di Aula Kantor PP Muhammadiyah Ahmad Dahlan, Kota Yogyakarta.

Seminar ini menghadirkan tokoh besar dan akademisi, di antaranya: Busyro Muqoddas (Ketua PP Muhammadiyah), Ridho Al-Hamdi (Ketua LHKP PP Muhammadiyah), Diyah Puspitasari (Sekretaris PP Aisyiyah), Dandhy Dwi Laksono (ID Baru), Bhima Yudhistira (Direktur Celios), Trisno Raharjo (Ketua MHH), Rimawan Pradiptyo (Ekonom UGM), David Effendi (Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah), dan Totok Dwi Diantoro (Ekonom UGM).

Para tokoh memaparkan masalah ketimpangan keadilan sosial berdasarkan latar belakang konsentrasi yang digeluti, dengan berbasis data dan analisis yang tajam. Melalui diskusi ini, diharapkan masyarakat dapat berpikir secara kritis dalam melihat persoalan yang terjadi di dalam negeri.

Sebagai pengantar diskusi panel, Busyro Muqoddas menyebutkan bahwa LHKP, MHH, dan LBH PP Muhammadiyah melakukan aksi nyata untuk membantu atau mengadvokasi masyarakat yang tertindas, baik secara kultural maupun struktural, karena itu merupakan ciri Islam berkemajuan. Dalam kesempatan ini, BM, sapaan akrab Busyro Muqoddas, juga menggarisbawahi persoalan yang urgen untuk diperjuangkan, di antaranya terkait problematika perguruan tinggi, kenaikan pajak, dan megaproyek PSN.

Melanjutkan masalah kenaikan pajak, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kenaikan PPN 12% yang mulai diberlakukan pada Januari 2025 akan berdampak pada penurunan ekonomi hingga 80 triliun karena melemahnya daya beli masyarakat. Bhima mengungkapkan bahwa jika PPN dipaksakan naik, justru akan menyulitkan kaum menengah ke bawah dan kaum menengah. Sebagai respons terhadap kebijakan ini, Bhima menawarkan solusi dengan cara memungut pajak sebesar 2% dari aset 50 orang terkaya di Indonesia. Di sisi lain, kepatuhan pajak pada industri-industri ekstraktif dan orang kaya di Indonesia masih lemah, namun masyarakat justru yang harus menanggung beban negara.

Terkait pelemahan KPK, hari ini telah menjadi permasalahan serius di Indonesia. Pasalnya, KPK sudah tidak lagi menjadi lembaga independen. Totok mengungkapkan bahwa ghirah untuk mengembalikan KPK sebagaimana amanat reformasi 1998 masih jauh. Sehingga, ia berpesan kepada pimpinan baru agar dapat membangun semangat optimisme untuk memperkuat KPK kembali.

Dandhy Laksono turut memaparkan penjelasan terkait ketidakadilan dan ekosida (istilah setara genosida yang ditujukan untuk fenomena pembunuhan ekologi) yang dirasakan masyarakat Papua secara bertubi-tubi. Pengalamannya yang pernah meliput di ujung timur Indonesia, ia seakan mencoba menetapkan standar kewargaan baru dengan bentuk keadilan bagi warga Papua. Sejalan dengan hal itu, Rimawan Pradiptyo memprediksi bahwa konflik agraria kelak akan juga terjadi secara horizontal, tidak saja vertikal.

Masalah ketidakadilan tidak terlepas dari pelanggaran HAM yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Diyah memaparkan bahwa, menurut laporan KPAI, pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak paling banyak berasal dari aparat. Di sisi lain, proyek pembangunan telah menyebabkan jumlah anak disabilitas meningkat 12% di Indonesia setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan lingkungan yang buruk.

Di sela-sela acara, Ridho Al-Hamdi dan Trisno Raharjo turut menampilkan musikalisasi puisi sebagai refleksi mengenai persoalan di negeri ini. Melalui kegiatan ini, Totok mengatakan bahwa optimisme dalam menyelesaikan persoalan ketidakadilan sosial, korupsi, dan persoalan lingkungan kian membara. Terlebih Muhammadiyah maupun LHKP, sebagai organisasi sosial di Indonesia, harus terus menyuarakan persoalan tersebut, karena di setiap perjuangannya akan selalu berarti untuk kebaikan negeri ini.

"Dapat dikatakan bahwa 2024 menjadi tahun penuh gulma politik ekonomi yang berakibat pada kemelaratan dan kesengsaraan umum." Demikian pungkas David Effendi dalam komentar usai acara seminar refleksi akhir tahun ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun