Ramainya Pilgub DKI Jakarta saat ini, muncul sejumlah nama yang kerap diperbincangkan salah satunya yaitu paslon Ridwan Kamil-Suswono. Paslon yang diusung oleh koalisi gemuk yang terdiri dari 12 partai seperti Golkar, Gerindra, PKS, NasDem, PSI, PKB, Demokrat, PAN, Garuda, Perindo, Gelora dan PPP. Koalisi ini tentunya menghasilkan 91 dari 106 kursi di DPRD Jakarta.
Situasi tersebut membuat Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah mengatakan bahwasanya Jakarta tidak memerlukan Pilkada. Pilkada sendiri merupakan proses pemilihan untuk memilih kepala daerah seperti Gubernur, Bupati, atau Walikota di Indonesia secara langsung oleh rakyat. Dilansir dari Kumparan, Fahri Hamzah menyatakan "harusnya kita bisa aklamasi untuk memilih pasangan RK-Suswono dalam pilkada yang akan datang", ujarnya. Menurut KBBI secara Bahasa, aklamasi artinya pernyataan setuju secara lisan dari seluruh peserta rapat dan sebagainya terhadap suatu usulan tanpa melalui pemungutan suara. Secara sederhana, aklamasi juga bisa di artikan sebagai penerimaan atas pengangkatan suatu tokoh masyarakat oleh seluruh pihak yang terlibat.
Penghilangan Pilkada Jakarta dan keinginan aklamasi ini mengindikasikan cedera pada demokrasi Indonesia. Jika diperhatikan, steatment Fahri Hamzah yang menyatakan tidak diperlukannya Pilkada secara langsung berarti mengabaikan peran warga Jakarta untuk turut andil dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani rakyat. Terlihat dari nama Anies Baswedan yang sangat melekat dengan DKI dibanding dengan Ridwan Kamil. Menurut Saiful Munjani Research & Consulting presentase selisih elektabilitas antara Anies dan Ridwan Kamil sebesar 8%. Anies sendiri didukung oleh sebanyak 42,8% sedangkan Ridwan Kamil 34,9% dan 22,3% lainnya belum diketahui.
Hasil survei yang dilakukan tersebut bahkan tidak cukup kuat untuk mendukung dilakukannya aklamasi dan menetapkan RK-Suwono sebagai pemimpin Jakarta. Tidak hanya itu, aklamasi yang diusulkan juga hanya merupakan cita-cita dari KIM PLUS, tidak merupakan representasi dari warga DKI serta dirasa kurang pas jika aklamasi tetap dilakukan dalam momentum Pilkada Jakarta 2024.
Indonesia sendiri disebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Demokrasi sendiri berarti bentuk atau sistem pemerintahan di mana seluruh rakyat turut serta memerintahkan lewat perantara wakilnya. Suara warga Jakarta sangat dibutuhkan dalam momentum ini. Pilkada tentunya tetap harus dilakukan untuk keberlangsungan serta kedaulatan rakyat. Jangan sampai keinginan akan aklmasi dari pihak tertentu ini hanya mencederai atau merusak makna dari demokrasi itu sendiri.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H