Perkembangan teknologi yang semakin pesat telah menimbulkan perubahan besar dalam pemasaran produk dan jasa perusahaan untuk mendukung kemajuan dan mendapat keuntungan (Cholik, 2021). Iklan sebagai bentuk pemasaran, mengalami banyak perubahan. Iklan sendiri merupakan model komunikasi yang dapat menjangkau cakupan masyarakat luas(Fatihudin & Firmansyah, 2019). Perubahan signifikan yang bisa terlihat ialah transisi dari iklan tradisional seperti iklan di televisi, koran, maupun radio yang mulai bergeser menjadi iklan digital yang lebih interaktif pada platform sosial media, website atau e-commerce. Iklan tradisional memiliki keterbatasan untuk berinteraksi dengan konsumen, karena hanya dapat ditayangkan pada waktu-waktu tertentu, dan membutuhkan biaya yang besar. Di sisi lain, iklan digital mengeluarkan biaya yang lebih sedikit, serta lebih efektif (Aghazadeh & Khoshnevis, 2024). Dipicu dengan tampilan iklan yang menarik timbulah perilaku pembelian yang impulsif oleh para konsumen (Hausman, 2000).Â
Perilaku pembelian impulsif terjadi ketika membeli tanpa memikirkan urgensi ataupun kegunaan dimasa kedepan (Naeem, 2020). Transisi ke iklan digital membawa beberapa keuntungan bagi perusahaan dan konsumen seperti, memungkinkan perusahaan untuk menjangkau konsumen yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan iklan tradisional, dan juga dapat disesuaikan dengan preferensi konsumen secara real-time, memberikan pengalaman yang lebih menyesuaikan keinginan konsumen (Pamuleh et al., 2021). Didukung juga dengan masa transisi yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Saat masa pandemi, penggunaan gadget meningkat pesat. Bahkan, e-commerce mengalami peningkatan jumlah pelanggan hingga 38,3% persen (Juniar & Jusrianti, 2021). Ini menunjukan hal tingkat impulsif yang semakin tinggi, saat Covid-19 awal mula transisi secara besar-besaran dilakukan.
 Iklan digital juga menjadi lebih unggul karena bisa mengelola iklan sesuai personalisasi konsumen pada alogritma berbasis data (Haloho & Parahyanti, 2020). Algoritma ini mampu menampilkan iklan sesuai preferensi dan kebiasaan konsumen, sehingga produk yang muncul terasa relevan dan menarik perhatian. Platform seperti Shopee, Tokopedia, dan Tiktok shop, mampu menyajikan iklan yang relevan sesuai dengan kebiasaan browsing atau riwayat pembelian konsumen (Faliha Utama et al., 2024). Seperti konsumen yang tertarik dengan produk kecantikan dan fesyen hanya akan melihat produk maupun layanan yang mereka suka saja. Paparan iklan digital yang terus menerus akan membuat konsumen terdorong membeli sesuatu tanpa memikirkan urgensinya (Dewi et al., 2023).Â
Selain adanya fitur personalilasi, terdapat juga komunikasi digital seperti mengirim pesan secara langsung maupu memakai chatbot yang memudahkan penjual menjawab pertanyaan pembeli berjumlah besar untuk mempermudah pembelian hanya melalui website (Mertaningrum et al., 2023). Dengan adanya fitur-fitur dari komunikasi digital ini, memudahkan para pelaku ekonomi untuk berjualan dengan biaya yang lebih sedikit dan tetap efektif, tapi juga membuat pembeli lebih mudah berbelanja (Rofiq et al., 2024). Berbeda dengan iklan tradisional yang tak punya fitur bertukar pesan secara langsung, dan hanya bersifat pasif. Menunjukan bahwa tingkat impulsivitas konsumen bertambah ketika komunikasi bisa dilakukan dengan efektif oleh pembeli dan juga penjual.Â
Tingginya tingkat impulsivitas dikalangan konsumen setelah melihat iklan digital yang interaktif sesuai personalilasi menimbulkan risiko tersendiri. Saat konsumen telah terpapar testimoni positif dan komunikasi yang efektif sesuai kemauan mereka dari sebuah brand, mereka dapat membeli produk secara impulsif serta memicu pembelian secara besar-besaran (Sudirjo et al., 2024). Hal ini memicu pemborosan, karena munculnya pembelian tak terduga yang terjadi dalam sesaat, kemudian timbul penyesalan dari para konsumen setelah menerima produk yang mereka beli, terlebih lagi produk yang biasa dibeli secara impulsif itu tidak digunakan (Yusra & Primanita, 2023). Sebaliknya, iklan tradisional yang cenderung lebih pasif memberikan waktu untuk pembeli memikirkan keputusan mereka terlebih dahulu, dan mempunyai brand image yang lebih kuat (Soti, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa iklan digital yang efisien dan terjangkau tetap memiliki risiko impulsivitas yang jauh lebih tinggi daripada iklan tranidisional.Â
Kesimpulannya, transisi iklan tradisional ke iklan digital tak hanya mengubah strategi pemasaran,tapi juga komunikasi pembeli dengan penjual. Segala kemudahan yang ditawarkan iklan digital, memiliki resiko impulsif yang besar. Disarankan untuk konsumen perlu meningkatkan kesadaran dalam berkomunikasi dengan brand yang menampilkan iklan, agar dapat menghindari pembelian yang tidak terencanakan agar pemborosan bisa diminimalisir.Â
Daftar PustakaÂ
Aghazadeh, H., & Khoshnevis, M. (2024). Digital Marketing Implementation and Practice. In Digital Marketing Technologies (6th ed., pp. 63--89). Springer Nature Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-97-0607-5_3Â
Cholik, C. A. (2021). Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi / ICT dalam Berbagai Bidang. Jurnal Fakultas Teknik, 2(2), 39--46. https://jurnal.unisa.ac.id/index.php/jft/issue/view/11Â
Dewi, I. A. S. K., Cahyaningrum, F. S., Arista, M., & Setyono, V. I. (2023). Pembelian Impulsif Pelanggan Pada E-Commerce : Peran Pengalaman Pelanggan Dalam Personalisasi Iklan. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Akuntansi, 3(2), 87--95. https://doi.org/10.55606/jebaku.v3i2.1991Â
Faliha Utama, N., Surya Santosa, N., Honesta, J., Sharon Yong Sonbai, J., Lesley Koesnadi, V., Jonathan, E., Arthur Marcia, F., & Yulia Ningsih, R. (2024). Pengaruh E-Commerce Terhadap Perilaku Impulsive Buying pada Generazi Z. Jurnal Manajemen Dan Pemasaran Digital (JMPD), 2(3), 218--226. https://doi.org/10.38035/jmpd.v2i3Â