Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sesat Jalan, Mencari Kebahagiaan Melalui Korupsi

18 April 2016   06:09 Diperbarui: 19 April 2016   13:37 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: watchdogwire.com"][/caption]Mungkin karena sudah sangat kesalnya melihat ulah beberapa pemimpin kita yang tidak patut, sehingga Prof. Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali) pada 16/4/2016 menulis tweet yang berbunyi:

“Banyak orang yg tak bahagia kini menjadi pemimpin yg greedy. Merampas kekayaan negara dan menyembunyikannya di negri surga pajak. Mereka senang tampil dengan kemasan religius walaupun bukan ulama, mempolitisir segala hal, dan bersiasat. Ketakbahagiaan berakibat fatal, mereka tak ingin membahagiakan kita. Sesungguhnya, orang kaya bukanlah yang mempunyai lebih banyak, melainkan yang memberi lebih..”

Dalam pemahaman saya terhadap makna tweet tersebut, pemimpin-pemimpin kita yang dimaksud itu dulunya tidak berbahagia (mungkin dalam hal materi, karena menganggap harta adalah segala-galanya). Dalam perjalanan hidup dan perjuangannya, dia mampu mencapai jabatan sebagai pemimpin.

Sayangnya, mental dan bekal agamanya tidak kuat sehingga mengakibatkan dia tidak bersyukur atas nikmat yang telah diperolehnya, malahan menjadi manusia yang serakah. Seberapapun jumlah harta yang berhasil  dimilikinya selalu masih terasa kurang dan kurang. Sehingga dia tidak segan-segan melakukan korupsi, merampas kekayaan negara dan menyembunyikannya di negeri surga pajak.

Apa yang menjadi tujuan hidup bagi seseorang akan mempengaruhi pencapaian orang tersebut atas kebahagiaan. Tidak semua tujuan hidup akan membawa pada kebaikan, bahkan ada tujuan-tujuan yang berdampak negatif terhadap kesejahteraan hidupnya. Hal ini akan terjadi pada orang-orang yang dalam hidupnya hanya mengejar tujuan-tujuan duniawi, seperti harta, ketenaran, dan penampilan.

Fenomena seperti itulah yang disebut sebagai materialisme. Salah satu teori menyatakan bahwa materialisme adalah “satu set keyakinan utama yang dianut tentang arti penting barang milik dalam kehidupan seseorang”.

Ada tiga keyakinan yang dianut, yaitu: (1) Keyakinan bahwa barang milik (material dan uang) adalah tujuan hidup yang sangat atau paling penting; (2) Keyakinan bahwa barang dan uang adalah jalan utama untuk mencapai kebahagiaan personal, kehidupan yang lebih baik, dan identitas diri yang lebih positif; (3) Keyakinan bahwa barang milik dan uang adalah merupakan alat ukur untuk mengevaluasi prestasi diri sendiri maupun orang lain.

Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap hampir seperempat juta mahasiswa baru dari tahun 1965-2005, mendapatkan temuan bahwa budaya materialistis telah meningkat, dan disisi lain spiritualitas menurun. Generasi muda masa kini memandang bahwa kesuksesan finansial adalah hal yang sangat penting dan esensial, melampaui nilai-nilai penting dalam membangun filosofi hidup, menjadi ahli dalam bidang yang digeluti, membantu orang lain yang kesusahan, atau membangun keluarga.

Orientasi hidup yang materialistis dipandang sebagai masalah yang mengancam keberlanjutan hidup manusia di masa depan. Materialistis disebabkan oleh dialaminya ketidakbahagiaan dan selanjutnya sifat materialistis tersebut juga akan menyebabkan ketidakbahagiaan. Ia dapat muncul karena kurang terpenuhinya kebutuhan hidup tertentu, sehingga mendorong seseorang untuk membangun aspirasi atau nafsu untuk memiliki uang dan harta benda.

Mungkin teori itulah yang dialami para pemimpin kita yang greedy tersebut diatas. Indikasi bahwa harta kekayaannya merupakan hasil korupsi adalah mereka tidak bisa atau tidak berani menyusun LHKPN untuk melaporkan harta kekayaannya. Karena pada dasarnya LHKPN merupakan bentuk pembuktian terbalik dari mana asal usul harta kekayaan yang mereka dapatkan. Selanjutnya, karena begitu serakahnya sampai-sampai mereka bersiasat menyimpan harta kekayaannya tersebut di luar negeri (di negeri surga pajak), sebagai upaya untuk menghindari pajak.

Untunglah, Panama Papers telah membongkar semua itu, walaupun mereka menyangkal dengan berbagai dalih, kilah, alasan, dan sanggahan yang meluncur deras dari mulut mereka secara membabi-buta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun