Pada awal April 2016, media menulis secara luas tentang pembocoran terbesar dalam sejarah data perusahaaan rahasia di luar negeri. Panama Papers, yang berisi 11,5 juta dokumen milik kantor pengacara Mossack Fonseca di Panama, telah menunjukkan bagaimana kantor itu membantu sebagian orang kaya dunia mendirikan perusahaan di luar negeri, yang sering digunakan untuk menyembunyikan harta dan menghindarkan pajak dan sanksi.
Pembocor informasi dokumen Panama Papers, seorang anonim, mengeluarkan pernyataannya yang dilansir oleh surat kabar Jerman, Suddeutsche Zeitung dan konsorsium jurnalis investigasi internasional atau International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Whistleblower itu sering disapa sebagai John Doe.
Beberapa hari sebelum informasi itu diungkapkan kepada umum, melalui tulisan sepanjang 1.800 kata yang berjudul “The Revolutions Will Be Digitized”, dia memberikan alasan atau motif pembocoran itu. John Doe mengatakan, bahwa ketimpangan penghasilan dalam masyarakat yang menjadi persoalan laten di dunia adalah alasannya.
Sungguh mulia apabila pembocoran dokumen Panama Papers adalah ditujukan untuk memerangi persoalan ketimpangan penghasilan masyarakat dunia. Dikatakannya bahwa “ketidaksetaraan pendapatan adalah satu masalah utama zaman sekarang” oleh karena itu pemerintah perlu berbuat lebih banyak untuk mengatasi masalah tersebut.
“Bank-bank, pihak berwenang keuangan dan perpajakan telah gagal. Keputusan yang diambil telah membiarkan golongan kaya, sementara sebaliknya perhatian dipusatkan untuk mengendalikan warga golongan menengah dan berpenghasilan rendah,” tulis sumber itu.
“Saya memutuskan untuk mengekspos Panama Papers karena saya yakin para pendiri, karyawan, dan klien Mossack Fonseca harus menjelaskan keterlibatan mereka dalam tindak kejahatan tersebut. Sejauh ini hanya beberapa yang terkuak. Sepertinya akan memakan waktu tahunan, atau bahkan puluhan tahun untuk mengungkap kebobrokan firma hukum ini”, lanjutnya.
Di Indonesia, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan masih terjadi secara masif sehingga menjadi permasalahan utama yang perlu segera diatasi. Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan tersebut dapat menimbulkan ketegangan sosial dan situasi yang tidak kondusif dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga disayangkan, ternyata terdapat orang-orang kaya dari Indonesia yang masuk dalam dokumen “Panama Papers”, yang mengindikasikan mereka menyembunyikan kekayaannya dan menghindari pajak.
Direktur Pelaksana Bank Dunia/mantan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan di Indonesia, dia melihat langsung bagaimana sistem pajak yang lemah telah mengikis kepercayaan publik. Namun, di sisi lain menumbuhkan kapitalisme kroni: munculnya pasar gelap bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi, nepotimisme dalam mendapatkan pekerjaan, dan praktik suap di kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Penghindaran pajak oleh kaum elite adalah sebuah praktik umum sehingga negara tidak bisa memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur, menciptakan lapangan kerja, dan memerangi kemiskinan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kita mungkin tidak bisa membuat orang dan perusahaan menikmati membayar pajak. Namun, kita harus menciptakan sistem yang membuat orang dan perusahaan jauh lebih sulit menyembunyikan kekayaan dan menghindari beban pajaknya. Ini adalah bagian penting dari perjuangan melawan kemiskinan.
Salam dari saya.