Dalam suasana menjelang peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2016 yang akan datang, kita sangat prihatin dengan kondisi moralitas yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini. Bangsa kita, bangsa Indonesia, kini dapat dikatakan mengalami krisis kepribadian yang cukup parah.
Kebangkitan nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan organisasi sosial pertama di Indonesia, maka dijadikanlah tanggal itu sebagai mulainya kebangkitan nasional.
Budi Utomo bebas dari prasangka keagamaan, dan lebih mengutamakan untuk meningkatkan pendidikan dan kebudayaan, walaupun pada perkembangan selanjutnya mengarah pada bidang politik. Dengan demikian, Budi Utomo pada saat itu berhasil membangkitkan moral bangsa Indonesia yang terjajah, yang dilanjutkan dengan berbagai gerakan politik dan militer melawan penjajah, sehingga pada akhirnya tercapailah kemerdekaan bangsa Indonesia yang kita rasakan sampai saat ini.
Namun kini, setelah hampir 71 tahun merdeka, kondisi moralitas bangsa Indonesia dapat dikatakan semakin terpuruk. Â Sebagian besar masyarakatnya mengidap penyakit nurani, perilaku yang mengikuti syahwat, dan sesat dari petunjuk hidup (nilai-nilai budaya dan agama), sehingga melakukan keburukan, kesesatan, dan kejahatan.
Proses globalisasi dan arus masuknya budaya asing telah mengubah gaya hidup bangsa Indonesia sehingga cenderung meminggirkan identitas dan nilai-nilai budaya Indonesia.
Padahal bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai pandangan hidupnya. Sebagai kristalisasi dari nilai-nilai budaya dan pandangan hidup dari bangsa sendiri yang diyakini kebenarannya, seharusnya Pancasila dihayati dan diamalkan sehingga benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga Negara.
Namun kenyataannya jauh dari itu. Banyak bukti, bahwa pelajar atau generasi muda kita tidak hafal terhadap lima sila dari Pancasila tersebut. Dan mungkin tidak hanya pelajar dan generasi muda saja, patut diduga bahwa sebagian besar warga Negara Indonesia sudah tidak lagi hafal teks Pancasila. Bila kondisinya demikian, bagaimana bisa mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pada era Orde Baru pernah diupayakan pemasyarakatan Pancasila melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Masing-masing sila dalam Pancasila diuraikan dalam butir-butir yang dimaksudkan agar lebih mudah dipahami. Kemudian dilakukan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat, terutama aparatur pemerintah. Tetapi ternyata hasilnya tidak menunjukkan peningkatan terhadap pengamalan Pancasila.
Demikian juga, sebagai bangsa yang relegius, pemahaman dan pengamalan akan nilai-nilai agama pada masyarakat kita terasa semakin melemah. Kondisi itu dapat dilihat dari merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Keyakinan dalam beragama agar dapat membawa keselamatan hidup di dunia dan di alam setelah mati (akhirat), juga semakin menipis.
Kondisi seperti tersebut diatas harus mendapat perhatian serius baik oleh pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Nawacita dan Revolusi Mental-nya seharusnya merupakan bagian dari pemecahan masalah ini.