Wacana pemberian gelar Pahlawan untuk almarhum Pak Harto kembali muncul dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golongan Karya di Bali beberapa waktu yang lalu.
Akibat dari wacana tersebut, muncul pro dan kontra di masyarakat terkait dengan layak atau tidaknya Soeharto, Presiden RI kedua, memperoleh gelar tersebut.
Bagi yang pro dengan usulan tersebut, tentu akan mengemukakan sisi baik, perjuangan dan jasa-jasa yang telah beliau persebahkan kepada negeri ini.
Sebaliknya, bagi yang kontra akan mengungkit kekurangan, kekhilafan, keburukan dan kesalahan yang pernah diperbuatnya ketika menjabat sebagai Presiden RI.
Pro-kontra semacam itu tentu akan mengganggu dan mengusik rasa persatuan, kesatuan dan persaudaraan kita, sehingga akan menjadi hal yang kurang baik, kontra produktif, dan menghabiskan energi kita dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita sudah lelah, karena terlalu banyak permasalahan yang menjadi pro dan kontra dewasa ini.
Jikalau mungkin, kita dapat menerapkan ungkapan Jawa: “Mikul dhuwur mendem jero”. Memuliakan yang patut dimuliakan, mengingat dan memuliakan kebaikannya, tanpa mengabaikan kesalahan-kesalahannya.
Sesungguhnyalah kini Pak Harto tidak membutuhkan gelar Pahlawan itu. Pak Harto sudah wafat dan tentunya yang diperlukan dialam sana agar dia mendapat kebaikan, adalah doa dari orang-orang atau sahabat-sahabatnya yang masih hidup.
Akan lebih mulia apabila mereka yang pro tersebut mendoakan mendiang Pak Harto. Karena doa orang-orang yang masih hidup kepada seseorang yang telah wafat niscaya diterima oleh-Nya, untuk kebaikan dan kebahagiaannya di alam sana.
Bagi yang kontra, diharapkan tidak perlu terlalu vulgar dalam mengungkit kembali kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat Pak Harto. Bila enggan untuk memaafkan, silakan saja kesalahan-kesalahan yang ada tersebut diproses melalui sarana yang ada dalam ketata-kenegaraan kita. Walaupun memang akan lebih baik jika mau memaafkan.
Dan bagi Pemerintah sebaiknya dapat segera mengambil keputusan yang tepat, sehingga pro-kontra di masyarakat mengenai masalah tersebut tidak semakin berkepanjangan.
Demikian saja.