[caption caption="Kematian massal ikan di Danau Perumahan Citra Garden City, Sabtu (19/12/2015). Foto : Kompas.com"][/caption]Telah terjadi kematian ikan secara massal di danau buatan salah satu perumahan di Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu (19/12/2015), sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com, 20/12/2015. Belum lama yang lalu, akhir November 2015, juga terjadi hal yang sama terhadap ikan-ikan di perairan Teluk Jakarta dan terdampar di Pantai Ancol. Selain itu, juga sering diberitakan terjadinya kematian massal ikan yang dibudidayakan pada karamba jaring apung di waduk-waduk.
Tentunya akan timbul pertanyaan, mengapa kejadian tersebut dapat terjadi beruntun di wilayah DKI Jakarta? Mengapa terjadi pada (awal) musim hujan? Apa penyebabnya? Untuk kasus yang di perairan Teluk Jakarta, dari hasil penelitian dari Tim Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI adalah disebabkan oleh adanya booming populasi fitoplankton jenis Coscinodiscus spp. Mungkin kejadian yang di Kalideres masih dalam penelitian.
Sebenarnya, terjadinya kematian massal pada ikan merupakan “peringatan” bahwa di wilayah dan perairan tersebut telah terjadi tekanan atau penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu, mari kita mencoba menguraikannya mengapa bisa terjadi demikian.
Seperti kita maklumi, Jakarta padat dengan penduduk dan berbagai industri, dari yang skala rumah tangga sampai dengan industri besar. Ada perkiraan dalam sehari lebih dari 7.000 m3 limbah cair dibuang melalui sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Selama kemarau, limbah tersebut mengendap dan terakumulasi baik di dasar sungai maupun laut.
Ketika musim hujan datang, terjadilah kenaikan massa air (upwelling). Upwelling bisa terjadi karena hujan yang terus menerus, menyebabkan suhu lapisan permukaan air menjadi rendah (densitas tinggi) sehingga akan turun, sedangkan di lapisan bawah suhunya masih tinggi (densitas rendah) sehingga akan naik, dengan membawa cemaran yang mengendap di dasar perairan. Upwelling juga bisa terjadi karena gelontoran air yang masuk dari sungai-sungai, yang mengaduk dan mengangkat material bercampur limbah dari dasar perairan ke permukaan.
Dari fenomena ini ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, apabila limbah yang terangkat adalah limbah beracun, maka akan langsung mematikan ikan secara massal. Kemungkinan kedua, bila limbah tersebut mengandung nutrien khususnya pospat dan silikat, maka akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas fitoplankton, yang akan tumbuh luar biasa dalam jumlah yang besar (booming). Peningkatan populasi fitoplankton yang sangat tinggi dan cepat tersebut akan berakibat pada kematian massal ikan, akibat terjadinya penurunan kandungan oksigen terlarut. Ini yang terjadi di Teluk Jakarta dengan booming fitoplankton jenis Coscinodiscus spp.
[caption caption="Ikan yang mati secara massal dan terdampar di Pantai Ancol, Senin (30/11/2015). Foto : Kompas.com"]
Akan lebih berbahaya lagi apabila yang booming adalah jenis fitoplankton yang beracun. Ikan yang memakan fitoplankton beracun dapat mengalami kematian massal. Bila ikannya tidak mati, maka akan berbahaya apabila ikan tersebut dikonsumsi manusia, yang akan menimbulkan problem kesehatan masyarakat (keracunan).
Pada kasus kematian massal ikan yang dibudidayakan di karamba jaring apung, yang menjadi sumber polutan adalah sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang mengendap di dasar perairan. Ketika terjadi upwelling, polutan ini akan teraduk ke permukaan dan meracuni ikan yang dipelihara.
Sebetulnya upwelling dapat juga terjadi pada musim kemarau. Pada malam hari di puncak musim kemarau, suhu udara sangat dingin sehingga lapisan air di permukaan menjadi cepat dingin dibanding lapisan bawah yang masih panas, sehingga bisa terjadi pembalikan. Namun dampaknya tidak sebesar yang terjadi pada musim penghujan.
Penyebab lain yang dapat mengakibatkan kematian massal ikan adalah penyakit dan parasit (virus, bakteri, dan jamur parasit penyebab penyakit), serta temperatur air yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin).