Hidup sehat lahir dan bathin dapat ditunjang oleh pola makan, pola pikir, pola hidup, dan yang terbaru adalah pola nafas yang baik. Sebagaimana motto hidup sehat di era dilan di tahun 90-an yang terkenal dengan "di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa sehat." Yah waktu itu Menteri Pemuda dan Olahraganya Dr. Abdul Gafur Tengku Idris selalu menyuaran moto ini.
Tiga pola hidup yang baik di atas tentu tidak lah mudah dijalani dalam hidup sehari-hari. Istilah kerennya "taken for granted" atau dalam bahasa jawanya, sak dek sak nyet. Agar menjadi kebiasaan atau merupakan watak kita, maka membutuhkan proses latihan, perjuangan dan kedisiplinan secara terus menerus dalam waktu yang lama.
Sebagaimana yang pernah saya tulis di Kompasiana dengan judul, "Puasa Pikiran di Bulan Ramadan" tanggal 18 April 2022, bahwa "makanan" pikiran kita masuk ke otak dalam jumlah sangat banyak dalam setiap menitnya. Â Orang menyebutnya "monkey thinking", karena bersifat acak, berubah-ubah dalam waktu yang sangat cepat. Detik ini mikirin masa kini, tidak lama kemudian ke masa lalu, dan kemudian ke masa depan.
Sekarang mikirin hal-hal yang positif karena baru dapat SK kenaikan pangkat dan merasa bahagia, tidak lama kemudian dapat kabar dari WAG keluarga ada keluarga yang sakit, dan tidak lama lagi teringat peristiwa masa lalu dengan keluarga yang sakit tersebut, dan seterusnya-dan seterusnya.
Khalil Giran berkata "ketika kita bercengkrama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan sedang menunggu di pembaringan." Atau sebangun dengan petuah orang tua Bali, "amongken liange, amonto sebete," yang kurang lebih artinya sebesar apa kesenanganmu, sebesar itu pulalah kesedihanmu.
Menurut Psikolog Paul Ekman, bahwa manusia memiliki enam emosi dasar, yaitu marah, jijik, takut, sedih, terkejut, dan bahagia. Dari keenam emosi dasar tersebut, empat cenderung bersifat negatif nomer 1 samapai 4, satu netral dan yang terakhir bersifat positif. Jadi benar jika hidup di dunia ini penuh dengan kesedihan.
Dalam sehari setiap manusia akan mengalami ke-enam emosi tersebut secara bergantian secara fluktuatif, dan sumber utamanya adalah dari pikiran kita. Oleh karena itu pola pikir harus terus dilatih agar kita memiliki sifat atau watak yang dapat mengelola pikiran dengan baik. Dengan demikian maka fluktuasi perubahan enam emosi dalam merespon setiap stimulus/situasi dan kondisi luar dapat dikendalikan.
Selain itu selalu berharap kepada Nya, Sang pembolak-balik hati ini agar selalu mendapatkan perlindungan dari bisikan setan yang membisikan hati kita selalu waswas dalam menjalani hidup. Baik bisikan masa lalu yang menyedihkan maupun masa depan yang menakutkan.
Sebagaimana latihan fisik untuk menguatkan otot-otot tubuh, untuk selalu berpikiran positif pun perlu melatih "otot-otot" kesabaran kita. Kesabaran untuk selalu mensyukuri segala karunia yang telah diberikan dan sekaligus cobaan-Nya agar kita naik kelas, merupakan satu paket sepanjang hayat.
Kita sebagai manusia diberi kebebasan memilih untuk bersikap/berfikir terhadap apa yang kita terima/stimulus dari luar dengan segala konsekuensinya. Menerima segala keputusan-Nya yang akan berbuah kebahagiian atau menolaknya yang berbuah kesengsaraan.
Masih ingat lagu "Badai Pasti Berlalu"?