Dunia pendidikan di Indonesia baru saja digemparkan oleh adanya kasus kriminalisasi terhadap guru. Kasus kriminalisasi guru di Indonesia terus menjadi sorotan publik. Berbagai insiden kekerasan hingga berujung pada jerat hukum pemolisian yang dialami guru, khususnya dalam konteks pengajaran, dan pendisiplinan siswa. Hal tersebut menunjukkan betapa rentan tenaga pendidik terhadap jeratan hukum saat menjalankan tugasnya sebagai guru yang mendidik siswa. Dengan adanya kasus-kasus kriminalisasi guru, perlu adanya perhatian khusus terhadap perlindungan guru yang adil dan aman dalam menjalankan tugas mengajarnya di lingkungan sekolah.
Peran guru sebagai pendidik sekaligus pengasuh moral dan tata krama siswa tak jarang menghadapi berbagai tantangan, terutama ketika berbicara tentang hukuman. Kasus kriminalisasi yang terjadi sekarang terhadap guru, seperti yang menimpa Bu Supriyani yang dituduh memukul seorang siswa SD Negeri 4 Baito hingga akhirnya menjerat Bu Supriyani dalam dunia hukum, mempertegas perlunya perimbangan antara disiplin siswa dan perlindungan guru yang berkeadilan di Indonesia. Guru memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter siswa. Disiplin adalah salah satu alat penting untuk memastikan siswa dapat berkembang secara moral dan akademis. Namun, di era sekarang, tindakan mendisiplinkan sering kali disalahartikan sebagai kekerasan, yang dapat berujung pada kriminalisasi. Berdasarkan UU Guru dan Dosen (UU No. 14 Tahun 2005), guru seharusnya dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya, tetapi kenyataannya banyak kasus menunjukkan bahwa perlindungan ini belum optimal.
Contoh nyata adalah sikap sebagian orang tua yang memilih jalur hukum ketimbang komunikasi langsung dengan pihak sekolah. Sementara itu, guru sering merasa takut bertindak karena khawatir dipermasalahkan secara hukum. Hal ini membuat proses pembelajaran terganggu, dan pendidikan karakter siswa menjadi kurang optimal.
Pendisiplinan Siswa dalam Pendidikan: Haruskah Ada Batasan?
Hukuman telah lama menjadi bagian dari pendekatan pendisiplinan siswa di sekolah. Namun, dalam praktiknya, hukuman fisik kerap menimbulkan kontroversi dalam mata pandangan masyarakat. Sebagian pihak menganggap hukuman fisik ringan dapat diterima selama bertujuan untuk mendidik. Namun, di zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang sadar akan hukum dan era kesadaran hak asasi manusia, hukuman fisik sering kali menjadi bumerang, baik secara legal maupun moral, terutama di tengah peningkatan kesadaran orang tua terhadap perlakuan anak mereka. Hukuman fisik masih menjadi perdebatan. Beberapa pihak menganggap hukuman ringan dapat memberikan efek jera. Namun, faktanya, hukuman fisik sering kali berdampak negatif secara psikologis pada siswa, seperti trauma atau pemberontakan. Selain itu, masyarakat modern semakin menolak hukuman ini karena dianggap melanggar hak anak, dan berpotensi membawa guru pada tuntutan hukum.
Kedisiplinan siswa dapat ditegakkan melalui kesepakatan awal sebelum melaksanakan proses pembelajaran merupakan salah satu solusi. Kontrak belajar yang dibuat di awal tahun ajaran dapat menjadi pedoman aturan yang transparan, sehingga siswa memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Jika siswa terus melakukan kesalahan, pendekatan bertahap seperti mediasi dengan wali kelas, kepala sekolah, hingga orang tua dapat diterapkan tanpa mempermalukan siswa di depan teman-temannya. Di sisi lain, melibatkan psikolog untuk memahami akar perilaku bermasalah siswa adalah langkah penting. Ini membantu guru dan pihak sekolah merancang solusi yang sesuai, termasuk memperhatikan faktor lingkungan atau keluarga siswa.
Solusi Sanksi Edukatif untuk Siswa yang Melanggar Tata Tertib Sekolah
Hukuman reflektif atau edukatif kini banyak diusulkan sebagai solusi yang lebih manusiawi. yaitu:
- Memberikan tugas yang mendorong penyadaran pengembangan nilai moral siswa.
- Melibatkan siswa dalam pemecahan masalah kesalahan yang dilakukan siswa untuk memahami dampak kesalahan mereka terhadap lingkungan.
Pendekatan ini tidak hanya mendisiplinkan tetapi juga membantu siswa belajar dari kesalahan tanpa rasa malu.
Perlunya Perlindungan Hukum bagi Guru Indonesia
Guru memiliki peran mendisiplinkan siswa untuk membentuk karakter dan moral. Namun, tindakan mendisiplinkan sering kali dianggap sebagai pelanggaran hak anak, apalagi jika melibatkan pendekatan fisik. Dalam kasus Bu Supriyani, tindakan yang dimaksudkan untuk mendisiplinkan siswa berujung pada laporan hukum oleh orang tua. Mediasi yang dilakukan tidak menyelesaikan masalah, dan Bu Supriyani justru menghadapi tuduhan baru, yakni pencemaran nama baik.