PRANG!
Suara piring yang terjatuh membuat semua kepala menengok ke arah dapur, tempat suara itu berasal.
“Hati-hati, Sri!” Bulek[1] Sekar langsung tahu siapa orang yang baru saja memecahkan piring itu, karena hanya Sri, keponakannya, yang sedang berada di dapur untuk mencuci piring bekas makan mereka.
“Maaf, Lek, maaf…..” Sri mengumandangkan permintaan maaf berkali-kali, sementara Bulek Sekar hanya membuang napas sambil memandangi semua mata yang mengarah kepadanya.
“Dia pasti tergesa-gesa seperti biasanya,” ujarnya, menahan kesal.
“Kalau setiap hari memecahkan piring, ya habislah piring kita. Biar kutegur saja dia!” tukas Bagus, anak sulung Bulek Sekar, sekaligus adik sepupu Sri.
“Jangan, to. Biar bagaimanapun, dia itu kan Mbakyumu. Sudah sana, berangkat ke sekolah.” Bulek Sekar melarang.
“Ah, Ibu ini selalu membela Mbak Sri!” Ningrum mendengus, tak suka akan sikap ibunya terhadap kakak sepupunya itu.
“Apa kamu mau menggantikan tugas Sri mencuci piring?” Bulek Sekar malah menantang.
“Ya emoh, Bu. Aku kan sudah menyapu lantai….” Ningrum segera bangkit dari tempat duduknya, dan mencangklong tas sekolah yang bertengger di sandaran kursi. “Ayo, berangkat, Mas!” serunya kepada Bagus.
“Menyapu lantai juga sering digantikan oleh Sri….” Suara Bulek Sekar masih terdengar ketika kedua anaknya telah berjalan mendekati pintu keluar rumah.
Di dapur, Sri masih membereskan piring yang terjatuh. Dia tak bisa mengendalikan pikirannya untuk memikirkan ibunya yang semalam menelepon. Ibu menelepon dari Arab Saudi. Kelihatannya Ibu memohon untuk berbicara dengannya, tetapi Bulek Sekar membohongi ibunya dengan mengatakan bahwa dia sudah tidur. Sebenarnya, dia belum tidur. Dia hanya enggan berbincang dengan ibunya, sesuatu yang amat jarang dilakukannya sejak Ibu memutuskan untuk bekerja di Arab Saudi.
[1] Ibu Kecil, panggilan untuk adik dari Ibu atau Bapak di Jawa Tengah.
Di atas adalah penggalan novel saya yang terbaru: Dag, Dig, Dugderan, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan sudah bisa didapatkan di toko-toko buku Gramedia se-Indonesia dengan harga Rp 43.000. Berkisah tentang tiga orang gadis SMA yang mengejar mimpi menjadi juara dalam pertandingan Olimpiade Sains Nasional. Sri, Eileen, Farah, masing-masing adalah siswi yang cerdas walaupun dihadang berbagai masalah menjelang pertandingan. Sanggupkah mereka meneruskan perjuangan menjuarai OSN di tengah masalah yang membelit?
Di dalam novel ini, saya juga menceritakan tentang festival Dugderan atau Warak Ngendog yang terkenal di Semarang, setiap menjelang bulan Ramadhan. Festival yang menggunakan maskot Warak Ngendog berwujud kepala Naga, tubuh Buraq, dan kaki Kambing, wujud persatuan tiga etnis besar di Semarang: Tionghoa, Arab, dan Jawa.
Ingin tahu lebih banyak tentang perjuangan Sri, Eileen, dan Farah dalam meraih prestasi dan sekilas tentang Dugderan? Baca dong novel saya ini. Insya Allah, bermanfaat bagi putra-putri Anda yang masih dalam usia remaja.
[caption id="attachment_329378" align="aligncenter" width="300" caption="Novel Dag, Dig, Dugderan"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H