Mohon tunggu...
Leyla Imtichanah
Leyla Imtichanah Mohon Tunggu... Novelis - Penulis, Blogger, Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga dengan dua anak, dan penulis. Sudah menerbitkan kurang lebih 23 novel dan dua buku panduan pernikahan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ups, Jangan Kalap Belanja Makanan Berbuka! Ini Alasannya

2 Mei 2020   22:15 Diperbarui: 2 Mei 2020   22:27 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kue-kue basah untuk berbuka. Foto: dok. pribadi

Lontong Isi

Lopis Ketan

Gorengan tahu, bakwan, risol

Kolak Biji Salak

Es Campur 

Puding Cokelat 

Cake cokelat leleh

Kue-kue basah

Deretan menu berbuka puasa itu rutin dikirimkan ke whatsapp saya oleh tetangga yang tiba-tiba berjualan makanan di bulan Ramadan ini. Kalau saya pesan, makanannya akan diantar ke rumah. 

Praktis sekali, bukan? Saya tidak usah memasak dan keluar rumah. Pandemi virus corona telah menginfeksi sebagian besar warga dunia. Pembatasan Sosial Berskala Besar pun telah diterapkan di wilayah Jabodetabek. Akan tetapi, di bulan Ramadan ini, pedagang makanan takjil untuk berbuka puasa tetap melimpah ruah. 

Tanpa berbelanja ke luar pun, whatsapp saya selalu dikirimi daftar menu makanan berbuka puasa yang dijual oleh tetangga. Mau tidak beli, kasihan. Mau beli, sudah ada banyak makanan di rumah. 

Di saat lapar, nafsu makan juga membuncah. Melihat daftar menu makanan berbuka puasa yang ditawarkan itu, rasanya mau beli semua. Ramadan tahun lalu, tetangga saya itu tidak ikut berjualan makanan. Barangkali didorong oleh kondisi ekonomi yang sulit, tahun ini dia berdagang makanan. Dan bukan hanya dia saja, beberapa tetangga lain juga ikut berdagang meskipun rasa makanannya masih dalam tahap belajar. Istilahnya, kalau hanya seperti itu, saya juga bisa masak sendiri. 

Belajar dari pengalaman Ramadan tahun-tahun lalu yang kalap belanja makanan, tapi hanya berakhir di tempat sampah, saya berusaha membatasi berbelanja makanan berbuka puasa. Apalagi ada PSBB, saya jadi jarang keluar rumah. 

Memang, tetangga akan mengantarkan pesanan saya ke rumah. Tetap saja saya tidak bisa berbelanja makanan setiap hari karena stok makanan di rumah juga masih mencukupi. 

Sebab, perut kita sebenarnya tidak bisa menampung banyak makanan. Nyatanya, makanan-makanan itu pasti bersisa. Berhubung saya tidak mau membuang makanan, saya simpan sisanya di kulkas. Lama-lama kulkasnya penuh oleh sisa makanan. 

Berharap berat badan turun di bulan Ramadan pun tidak terkabul karena harus menghabiskan semua makanan itu daripada mubajir. Jadi, tanpa berniat tega, kadang-kadang harus saya tolak tawaran belanja makanan dari pada tetangga. Bukan tidak kasihan, makanan yang kemarin saja masih tersisa. Kalau tidak puasa, tentu bisa saya habiskan di siang hari. 

Apa saja alasan mengapa kita sebaiknya tidak kalap belanja makanan untuk berbuka puasa: 

Lambung Berkapasitas Terbatas

Lambung kita kapasitasnya terbatas, tidak semua makanan bisa dimasukkan ke dalamnya. Kalau berlebihan, perut bisa sakit. Rasanya seperti perut akan meledak. Di hari pertama puasa, anak saya yang baru belajar berpuasa, kalap memakan semua hidangan berbuka puasa. Akibatnya, dia merasakan perutnya sakit melilit sampai dia tidak bisa bergerak. Orang dewasa juga sama. Kalau makan berlebihan, lambung akan memberontak.

Tidak Bisa Beribadah Malam

Ketika perut kekenyangan, pasti cepat mengantuk karena gula darah naik drastis. Akibatnya, kita langsung tidur dan sulit untuk beribadah malam seperti salat tarawih dan tadarus Al Quran. Padahal, bulan puasa ini saatnya menangguk pahala dengan beribadah sebanyak-banyaknya. Sayang sekali kalau ibadahnya hanya menahan lapar di siang hari, lalu kalap memakan apa saja setelah berbuka puasa. 

Mubajir 

Makanan yang terlalu banyak, bisa jadi bersisa dan tidak termakan. Saya sudah berpengalaman soal itu. Rasanya sayang sekali sisa-sisa makanan yang sudah 2-3 hari tersimpan di kulkas, terpaksa harus dibuang karena sudah tidak layak dikonsumsi.  Muncul perasaan berdosa. Di tempat lain, banyak orang kelaparan. Eh di sini malah membuang-buang makanan. Makanya, jangan kalap belanja makanan. Akhirnya mubajir. Orang yang mubajir itu temannya setan. 

Keuangan Jebol

Banyak yang mengatakan bahwa saat Ramadan itu justru tidak bisa berhemat, padahal kita berpuasa seharian. Salah satu alasannya ya karena kalap belanja makanan. Bukan hanya satu dua orang yang kalap belanja makanan. Fenomena kalap belanja makanan itu agaknya dialami oleh sebagian besar umat Islam yang berpuasa. Apalagi kalau melihat deretan pedagang takjil dengan aneka makanan yang menggoda. Sepertinya bisa memakan semuanya, padahal tidak. Keuangan pun jebol, tidak bisa menabung. 

Empati terhadap Orang Lain

Di masa pandemi virus corona ini, banyak orang yang kesulitan ekonomi sehingga tidak bisa berbelanja makanan banyak-banyak. Bahkan, ada juga yang sampai kelaparan dan tidak tahu kapan berbuka. Setidaknya kita berempati kepada mereka dengan menahan diri dari berbelanja makanan terlalu banyak. Berbuka puasa dengan makanan secukupnya, makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang. 

Ingat Kesehatan

Makanan berbuka puasa itu sebagian besar tinggi karbohidrat dan gula yang bisa menjadi penyebab diabetes. Belum kalau sering berbuka dengan gorengan  yang tinggi lemak dan kolesterol penyebab stroke. Alhasil, harusnya berpuasa itu baik untuk kesehatan, tapi malah sebaliknya kalau kita kalap belanja makanan dan memakan semuanya saat berbuka. 

Alhamdulillah, hari ini saya bisa menahan diri untuk tidak kalap belanja makanan. Cukup memasak bahan-bahan yang tersedia di kulkas. Hanya ada dua menu makanan yaitu sambal goreng ati dan tempe goreng. Ternyata sudah cukup mengenyangkan. Selamat berpuasa untuk esok hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun