Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Hari Toilet Dunia: Dari yang Paling Kumuh Sampai yang Paling "Wow"

19 November 2020   06:00 Diperbarui: 19 November 2021   10:14 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krafia Toilet (Lonely Planet)

Air dan Toliet Sebagai Keperluan Utama yang Kritikal

Beberapa hari ini air di rumah mendiang ibu saya terganggu. Pasalnya, instalasi kran telah berusia cukup tua, seumur dengan berdirinya rumah tersebut. Karena persoalan keran itulah, keperluan mandi cuci kakus penghuninyapun sempat terganggu. 

Namun, rupanya persoalan air tersebut di bukan hanya karena keran yang menua. Ketika telah beres diperbaikipun, debit air kecil. Kemarau yang bergeser dari musimnya membuat persoalan debit air bermasalah. 

Hanya dua hari kami alami gangguan kekurangan air, namun persoalan kesulitan tersebut kami rasakan. Bukan hanya mandi cuci kakus, berwudlu juga sulit. Dan, mencuci tangan lebih sering, yang merupakan sebagian dari protokol kesehatan yang wajib dilakukan di masa pandemi Covid19 juga terganggu. 

Bayangkan situasi keluarga yang selalu memiliki persoalan air bersih karena memang ketiadaan infrastruktur dan ketiadaan sumber daya air di banyak tempat saya bekerja dan lakulan riset di wilayah-wilayah seperti Nias, NTT, serta Papua, misalnya, hampir selalu saya harus berdamai dengan tisu basah untuk kebutuhan toilet. Merasa bersalah, tetapi itu adalah solusi darurat yang harus ditempuh. Tanpa air bersih, hidup sehari-hari sulit.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2018, terdapat sekitar 45,19 persen anak di desa dan 20,08 persen anak di perkotaan menjadi bagian keluarga dengan rumah dan fasilitas sanitasi tidak layak. 

Ketiadaan sanitasi layak ini sering pula berkaitan dengan ketiadaan air bersih. Ini tentu merupakan tatangan warga karena ini merupakan hak dasar manusia, termasuk perempuan dan anak-anak. 

Banyak aspek kesehatan yang terganggu bila air bersih dan toilet layak tak ada. Persoalan penyakit karena air sering disebut sebagai 'water borne diseases'. Yang paling sering tergolong 'water diseases' adalah diare, dan paling sering terjadi pada anak-anak terutama pada daerah dengan sanitasi dan higienitas yang buruk. 

WHO memperkirakan bahwa waterborne disease merupakan 4,1% dari total penyebab kematian atau sekitar 1,8 juta jiwa pertahunnya (WHO, 2020). Disamping diare, gastroeneririts dan hepatitis inilah beberapa penyakit lain selain Kolera dan Disentri yang mengikut dari waterborne diseases'.

Tak heran bila persoalan toilet dan air bersih menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yakni poin ke-6 (enam). 

Memang, pada umumnya masyarakat Indonesia yang tak memiliki toilet masih tergantung pada sungai. Namun, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2016 menunjukkan bahwa sekitar 56 persen sungai sudah tercemar sehingga banyak wilayah akan mengalami krisis air bersih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun