DAMPAK VIRUS CORONA BUKAN HANYA SOAL KESEHATAN
Selama ini banyak artikel menuliskan tentang lebih rentannya laki laki, khususnya pada usia dewasa untuk terjangkit virus Corona, dibandingkan dengan perempuan (dan anak). Business Insider (25 Februari 2020) menyampaikan bahwa laki laki menjadi korban utama COVID-19 karena pola hidup dan kebiasaan merokok yang mendorong untuk lebih mudah terinveksi virus Corona dibandingkan dengan perempuan. Dicatat bahwa dari 99 pasien Corona di RS Wuhan Jinyintan menunjukkan bahwa pasien laki laki adalah 68% dari kasus keseluruhan dengan rata rata 55,5 tahun. Selanjutnya studi yang mencakup 1.100 pasien menunjukkan bahwa 58% kasus adalah menimpa laki laki dengan rata rata usia 47 tahun.
CNN Indonesia pada 12 Maret 2020, selanjutnya, mengacu pada jumlah kasus Corona di Cina yang lebih tinggi pada kelompok masyarakat laki laki, yaitu 2/3 dari keseluruhan kasus yang dilaporkan. Ini disampaikan karena laki laki dicatat memiliki reseptor virus lebih banyak daripada perempuan.
Namun demikian, sudah selayaknya kita mewaspadai dampak yang berbeda dari virus Corona kepada kelompok perempuan dibandingkan dengan laki laki. Maria Holtsberg, penasehat bencana untuk UN Women Asia dan Pasifik, salah satu unit Persatuan Bangsa Bangsa yang membawahi urusan perempuan mengatakan “Krisis selalu membawa dampak ketidakadilan gender”.
Riset pada situasi darurat terkait wabah penyakit virus lain banyak menunjukkan bahwa peran sosial, perspektif, pengalaman dan kebutuhan yang berbeda dari perempuan dan laki laki dalam merespons bencana, termasuk berbagai penyakit membuat adanya dampak yang berbeda kepada perempuan dan laki laki.
Sayangnya, data dan informasi yang ada sangat terbatas. Berbagai lembaga kesehatan dunia, termasuk the World Health Organization (WHO), menyatakan belum mampu mengkonfirmasi data dan analisis terkait potensi dampak virus Corona kepada anak anak dan perempuan. Dikhawatirkan, kesiapsiagaan dan tanggap bencana atas merebaknya wabah Corona menjadi tidak optimal.
DAMPAK VIRUS CORONA PADA PEREMPUAN
Mari kita cermati beberapa aspek yang mungkin saja bisa menguak apa saja kerentanan yang dihadapi perempuan, baik dari sisi kesehatan, sosial dan ekonomi Indonesia. Secara khusus, BBC.com pernah mengulasnya dalam konteks regional. Namun, masih banyak aspek gender lain yang terlewat. Khususnya dalam konteks Indonesia.
Pertama, perempuan adalah tenaga kesehatan sosial. Saya sebut perempuan sebagai tenaga kesehatan sosial karena perempuan bukan hanya menjadi tenaga perawat kesehatan secara formal, tetapi juga menjadi perawat kesehatan di rumah dan di lingkungannya.
Di Cina, lebih dari 70% perawat adalah perempuan. Sementara itu, data pada Persatuan Perawat National Indonesia (PPNI) menunjukkan perawat Indonesia adalah 359.339 orang, 71% di antaranya adalah perempuan (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Data lembaga kesehatan dunia, WHO, menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga perawat di 61 negara adalah perempuan (WHO, Delivered by Women, Led by Men, 2019).