Persoalan terbatasnya rumah sakit dengan layanan kesehatan jiwa memang kritikal. Ini nampak dari data di atas.Â
Kerugian suatu bangsa dengan persoalan kesehatan jiwa adalah tinggi. World Economic Forum mencatat bahwa selain tingkat kematian yang 20 tahun lebih muda, potensi tidak bekarja, disamping biaya pengobatannya dicatat lebih tinggi dari persoalan kesehatan karena kanker, diabetes maupun persoalan kesehatan lain.Â
Diperkirakan kerugian dunia adalah 4% dari Pendapatan Domestik Bruto atau sekitar US $4 6 tiliun per tahun di tahun 2030. Ini tentu tanggung jawab negara untuk memikirkannya. Ini bukan beban, tetapi tanggung jawab.
Kesehatan jiwa adalah tanggung jawab pemerintah dan warga. Pemerintah perlu lebih serius untuk tidak mendorong atau membiarkan adanya stereotip, pelabelan negatif dan juga diskriminasi.Â
Masyarakat juga perlu mendidik dirinya untuk mampu menerima anggota warga yang memiliki persoalan kesehatan jiwa sebagai bagian dari warga Indonesia yang punya hak sama.
Walaupun terdapat standard minimum pelayanan kesehatan jiwa yang diatur Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, pemahaman masyarakat tentang keberadaan SPM ini terbatas.Â
Tentu pertanyaan akan diajukan kepada pemerintah, apakah telah memadai memberikan informasi dan memastikan implementasi SPM terjadi di dalam layanan kesehatan jiwa yang ada.
Di bawah ini adalah sedikit catatan dari kajian cepat tentang kondisi layanan kesehatan jiwa yang kami lakukan:
- Kejelasan cakupan kesehatan jiwa dalam BPJS belum jelas dan belum diketahui masyarakat. Kalaupun bila jawabannya ada, namun bagaimana implementasi dapat dilakukan dengan perspektif hak asasi manusia yang memanusiakan manusia masih belum dapat dipastikan;
- Warga yang memiliki persoalan kesehatan jiwa berat seperti schichophrenia mengatakan bahwa perawatan yang menggunakan kejut listrik (ICT) dianggap tidak manusiawi.
Seringkali kelompok schichophrenia sangat takut dirawat karena hal itu. Memang studi menunjukkan bahwa kemajuan teknologi pengobatan kesehatan jiwa sangatlah lambat. - Bangunan rumah sakit dan ruang rawat RSJ seringkali lebih mirip penjara daripada rumah sakit.Â
- Hampir tidak ada rumah sakit yang mau menyediakan ambulans bagi mereka dengan persoalan kesehatan jiwa. Ini misalnya didasari pengalaman di masa yang lalu, di mana pasien yang tantrum dan agresif merusak peralatan kesehatan.
Hal ini menyebabkan pasien dengan persoalan kesehatan jiwa menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari keluarga. Ini tentu tidak mudah.Â
Data aplikasi keluarga sehat per 3 Oktober 2018 secara nasional menunjukkan bahwa prosentase cakupan kunjungan adalah sebesar 26,80% dengan jumlah keluarga yang di kunjungi sebesar 17.651.605, sementara penderita gangguan jiwa berat yang di obati sebesar 17,08% (Pendekatan Indikator Sehat Keluarga Sehat, 2018).
Adalah suatu realitas bahwa dampak dari gangguan jiwa yang tidak dikenali dan tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan disabilitas dan bisa menurunkan produktivitas masyarakat dan beban biaya cukup besar.Â