Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mitos "Jumat Tanggal 13" dan KPK yang Ketiban Sial

13 September 2019   11:24 Diperbarui: 14 September 2019   06:51 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena "Friday the 13th"
Hari ini adalah hari Jumat tanggal 13 September 2019. Dalam mitos barat, hari Jumat yang jatuh pada tanggal 13 dianggap angka sial. Namun, sebetulnya di Indonesia pun kita mengenal "Cilaka 13".

Beberapa contoh peristiwa buruk di antaranya pengeboman istana Buckingham di Inggris pada tahun 1940, badai yang menewaskan 300.000 orang Bangladesh di tahun 1970, hilangnya kapal pesiar Costa Concordia di pantai Italia dan menewaskan 30 orang pada tahun 2012. Peluncuran Apollo 13 yang gagal luncur yang terjadi pada 11 April 1970 juga dipercaya karena berkaitan dengan angka 13.

Rupanya, fenomana takut pada angka 13 ini luas ada di dunia. Di Irlandia, angka 13 juga dihindari ketika memilih nomor plat mobil.

Pada budaya oriental seperti Cina, Taiwan, Singapura, Jepang, Korea dan Vietnam, jumlah dari angka 13 atau 4 juga dihindari. Ini pun nampak di Indonesia. Coba perhatikan nomor lantai pada lift, dan biasanya nomor lantai 4 dan 13 ditiadakan dan diganti dengan penomoran 3A atau sama sekali nomor itu tidak dipakai. Dalam budaya oriental itu, angka 4 dianggap angka yang mati.

Fenomena ketakutan dan pobia pada angka 13 dan jumlahnya, yaitu 4 ini sering disebut sebagai Triskaidekaphobia. Walaupun tidak jelas tentang apa yang ditakutkan pada Jumat tanggal 13, namun ketakutan itu ternyata dialami banyak orang dan dianggap umum. Padahal, ini tahayul yang kita tidak boleh percaya. 

Setiap tahunnya kita menemukan Friday the 13th sebanyak 3 kali. Bila tanggal 1 dimulai hari Minggu, maka kita menemukan Jumat tanggal 13. Untuk Jumat 13 September 2019 ini, beberapa media menyebutkan tentang bulan purnama dan juga dimulainya musim semi. 

Ancaman Kebiri KPK BUKAN karena Friday the 13th

Kita tidak boleh serampangan menghubungkan beberapa kesialan dengan fenomena Friday the 13th. Apalagi tanggal itu bertepatan pula dengan weton Jumat Kliwon yang angker bagi orang Jawa. Namun, KPK memang sial. Dan, kebetulan banyak hal terkait KPK terjadi pada Jumat Kliwon, 13 September 2019 ini. 

Sial yang Pertama, dini hari pagi tadi pengumuman atas hasil pemungutan suara di Komisi III DPR dilakukan. Hasilnya kita sudah ketahui. Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terpilih menjadi ketua baru KPK lewat penunjukan langsung, tanpa voting oleh di Komisi III DPR. Setelah dewan menskors rapat pleno selama beberapa menit, nama ketua baru KPK diputuskan melalui musyawarah, dengan menyepakati Firli untuk menjabat sebagai pimpinan Ketua KPK masa bakti 2019-2023. Ini dibacakan Ketua Komisi III DPR.

Perolehan suara Firli mengalahkan capim lainya. Alexander Marwata tercatat memperoleh 53 suara, Nawawi Pomolango dengan 50 suara, Nurul Ghufron dengan 51 suara, dan Lili Pintauli Siregar yang mendapatkan 44 suara.

Riuh tepuk tangan anggota dewan menyambut penguman terpilihnya Firli tanpa melalui proses voting oleh 56 anggota Komisi III DPR.

Semua lancar. Semua cepat. Ini janggal, mengingat pencalonan Firli memiliki persoalan. 

Firli diduga dua kali bertemu TGB, Gubernur NTB, ketika KPK menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016. Firli juga dicatat tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan. Selanjutnya, Firli juga diduga bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar. 

adahal, Bahrullah akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo terkait kasus suap dana perimbangan. Dan, Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Sial yang Kedua, Revisi Undang Undang KPK disepakati oleh Pemerintah dan Baleg DPR. Mereka menggelar sidang revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) semalam. Sidang dilakukan tanpa proses paripurna.

Terdapat 7 poin bahasan terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, soal penyadapan, mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), koordinasi kelembagaan KPK, dan mekanisme penggeledahan dan penyitaan serta sistem kepegawaian KPK (Kompas.com).

Yasonna, Menkumham yang mewakili pemerintah, menyebutkan terdapat 3 aspek yang menjadi usulan pemerintah, yaitu:

  1. Dewan Pengawas. Pengangkatan ketua dan anggota dewan pengawas harus menjadi kewenangan presiden. Ini diusulkan dengan pertimbangan efisiensi dan terciptanya transparansi dan akuntabillitas. Mekanisme pengangkatan Dewan Pengawas tetap melalui Pansel.
  2. Pegawai KPK semestinya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk itu, pemerintah membutuhkan waktu sekurangnya 2 tahun untuk mengalihkan penyeldidik dan penyidik ke dalam wadah ASN.
  3. KPK harus sebagai lembaga negara, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam aturan itu dikatakan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen. Lembaga ini adalah lembaga eksekutif independen. KPK disebut eksekutif karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Aspek revisi UU KPK yang diterima dan ditolak Pemerintah (Foto : CNN Indonesia)
Aspek revisi UU KPK yang diterima dan ditolak Pemerintah (Foto : CNN Indonesia)
Terdapat banyak komentar atas substansi tanggapan pemerintah tersebut. Potensi posisi KPK yang dilemahkan menjadi kekuatiran banyak pihak, termasuk tim peneliti korupsi yang ada di Universitas Gajah Mada. 

Sial yang Ketiga, Pimpinan KPK, Saut Situmorang menyatakan mundur sebagai pimpinan KPK Periode 2015-2019. Pernyataan yang disampaikan ke jajaran pegawai KPK melalu surat elektronik ini dirilis Kompas.com hari ini. Surat pengunduran diri itu berlaku terhitung sejak Senin, 16 September 2019. 

Sial yang Keempat, menyusul Saut Situmorang, Penasehat KPK, Mohammad Tsani Annafari menyatakan akan mundur. Ia mengaku tak ingin bekerja untuk lembaga yang integritas pimpinannya meragukan. 

Memang KPK sedang dirundung kesialan. Intinya, janji Presiden Jokowi untuk memperkuat KPK tampaknya sulit terwujud. 

Atas proses revisi Undang undang KPK, Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu menilai seharusnya revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didukung data yang kuat dan tidak gegabah, mengingat revisi ini menyangkut banyak aspek perubahan pada kewenangan KPK. Menurut Bu Ninik, data ini penting untuk menghindari adanya uji materi ketika revisi Undang undang KPK ini nantinya ditetapkan. (Kompas.com "Ombudsman Nilai Ada Kejanggalan pada Surpres soal Revisi UU KPK").

Memang, Presiden disebut memberi ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan pertanyaan terkait rencana revisi undang undang KPK ini. Namun, mengingat target DPR untuk menyelesaikan revisi ini sebelum masa bakti DPR 2014-2019, adalah kecil kemungkinannya akan ada perubahan mendasar. 

Lalu, mengapa KPK sial begini pada hari ini? Bicara soal pobia, bisa saja karena ada phobia pada gerakan antikorupsi, dan khususnya pobia pada OTT yang sering disebut sebagai mempermalukan koruptor. So what? Mereka pencuri dan perampok. Maunya diperlakukan seperti apa?

Dan, yang utama, terdapat pobia pembongkaran kasus besar sekelas E-KTP dan BLBI, karena ini akan melibatkan banyak orang penting di negeri ini. 

Presiden Jokowi tampak terjepit pada relasi politik yang tidak setara antara parlemen dengan pemerintah. Apalagi ini berkaitan dengan dukungan partai pemenang Pemilu kepada Jokowi. 

Kesialan yang puncak adalah adanya kinerja DPR yang buruk tetapi mengajak konspirasi dengan pemerintah.  Mereka tertidur di rapat yang kita bayar. Mereka sibuk nampang dan bicara ngawur di ILC daripada bekerja membaca studi atau membuat analisis yang memperjuangkan nasib kita, rakyat yang memilihnya. Apalagi, daftar nama anggota DPR pun terdapat panjang sebagai tersangka kasus korupsi. 

Kita tidak percaya takhayul. Namun, kesialan yang luar biasa memang terjadi.

Mengikuti saran Prof Felix Tani, sebaiknya kita berdoa untuk menjawab kegalauan ini.

Kita percaya bahwa Tuhan akan menolong bangsa yang sedang sial dalam soal korupsi. 

Tuhan akan menolong agar DPR menerima usulan dan niat bsik penerintah untuk berbicara dan berdialog, dan mendengar tuntutan masyarakat sipil, akademia, ikatan guru besar indonesia, kelompok perempuan serta kelompok yang cinta tanah air untuk tidak melakukan revidi saat ini, mengingat risiko tergesa gesa. 

Tuhan akan menolong agar uang pajak yang makin diuber ini tidak tertimpa kesialan jadi rayahan para wakil rakyat dan pejabat yang tidak amanah. Aamiin YRA. 

Pustaka: Satu, Dua, Tiga 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun