Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Seberapa Kita Kenal Kalimantan, Ibu dari 3 Calon Ibu Kota Baru?

9 Mei 2019   07:36 Diperbarui: 26 Agustus 2019   23:38 3754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, akses masyarakat pada berbagai kegiatan peningkatan kapasitas terbatas. 

Keempat, kasus perkawinan anak tinggi. Kami menemukan banyak anak perempuan sudah punya anak pada usia antara 12 sampai 17 tahun. Artinya, pendidikan merekapun tentu tidak sampai lulus SMP.

Ibu ibu menyeberang sungai Utik untul ambil sayur (mogabay.co.id)
Ibu ibu menyeberang sungai Utik untul ambil sayur (mogabay.co.id)
Keterpencilan juga masih dialami masyarakat yang tergantung pada transportasi air sungai yang mahal biaya bahan bakarnya. Diperlukan waktu untuk bisa mengunjungi desa desa di sepanjang Teluk Sampit. Biaya transportasi tinggi ini membuat keuntungan masyarakat dari kegiatan ekonomi jadi terbatas.

Nampak sekali terdapat kesenjangan status ekonomi dari masyarakat asli dengan masyarakat pendatang di wilayah ini. Ini tentu perlu menjadi bahan pemikiran mengingat kasus konflik yang serius pernah terjadi di wilayah ini pada 2001. Ribuan orang menjadi korban. Ketika kami melakukan diskusi informal, mencuat ungkapan ungkapan berpotensi konflik ada di antara masyarakat. 

Misalnya, elit desa yang pada umumnya pendatang. Kemudian, terdapat isu perebutan pacar di antara suku yang berbeda. Yang terbanyak adalah kasus konflik lahan. Kasus konflik ini mungkin dianggap kecil, namun bisa menjadi potensi konflik yang lebih besar.

Di wilayah Tanjung Batu di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, misalnya, kami melihat ekowisata Bakau yang indah dengan populasi Bekantan di hutannya telah dikembangkan oleh Javlec Indonesia. Lokasinya bersisian dengan tujuan wisata pulau Derawan. Namun, wilayah bakau ini sempat didiskusikan punya potensi konflik karena wewenang koordinasi hutan bakaunya berpindah dari kabupaten menjadi provinsi. Transisi kewenangan ini merisaukan. Di wilayah Berau cukup banyak tereksploitasi untuk pertambangan batu bara. Ini mengingatkan kita pada film 'Sexy Killer'. 

Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur (dokumentasi pribadi)
Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur (dokumentasi pribadi)
Di daerah hutan adat di Ketapang, Kalimantan Barat, meski ada pelarangan jual beli satwa langka dan segala rupa flora fauna, ironis melihat burung burung dalam kandang berpindah tangan di mulut jalan masuk Ketapang. Truk perusahaan kelapa sawit lalu lalang di atas jalan tanah merah. Masyarakat jadi buruhnya dan di rumah rumah masih ada "chain saw" si gergaji kayu. 

Di daerah Teluk Sulaeman dan Teluk Sumbang di Kalimantan Timur, kami juga melihat kehidupan masyarakat asli yang "terdesak" keberadaan kebun kelapa sawit. Pembukaan jalan untuk pembangunan pabrik semen di wilayah ini lebih menekan wilayah hutan masyarakat suku Dayak Basap. Air sungai keruh dan para perempuan harus cari sumber air baru. Ini saya tulis dalam artikel ini. 

Sesuguhan di Rumah Betang Sungai Utik (dokumentasi pribadi)
Sesuguhan di Rumah Betang Sungai Utik (dokumentasi pribadi)
Di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, kami juga melihat uniknya rumah panjang Sungai Utik, dengan Pak Janggut sebagai kepala kampungnya. Kami mengagumi kehidupan masyarakat yang tinggal di rumah panjang berpintu 36 itu. Terdapat seni budaya yang unik, baik dalam bentuk upacara, tarian, lagu, maupun kerajinan anyaman rotan yang sangat halus. Perempuan masih harus menyeberangi sungai untuk memetik ke kebun. Pertanian organik masih diterapkan di wilayah ini. Terdapat pula buah buahan unik yang saya gagal ingat namanya ada di sekitar hutan.

Pada saat yang sama, terdapat kekhawatiran apa yang tersisa adalah berada pada lingkup kecil, menjadi semacam artefak. Beberapa meter dari kehidupan Sungai Utik, kami digelar dengan kehidupan yang amat berbeda berbentuk modernitas yang kurang tertata. Pestisida kimia dalam pertaniannya juga dipakai. Jadi, ada dualisme kehidupan di sekitar area ini. 

Anak anak warga Rumah Betang Sungai Utik (dokumentasi pribadi)
Anak anak warga Rumah Betang Sungai Utik (dokumentasi pribadi)
Potensi Konflik yang Menggantung
Secara komersial, usaha dagang India Belanda atau Vereenighde Oost-Indische Compagnie (VOC) bersaing dengan Inggris dan Portugis untuk mengekstrasi sumber daya alam pada 1602.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun