Suatu saat, saya duduk bersebelahan dengan seorang laki laki berkebangsaan Amerika dalam suatu penerbangan dari Yogya ke Jakarta. Ia rupanya hanya transit di Jakarta dan akan kembali ke negeranya.
Meski terbata, ia berusaha bercakap dalam bahasa Indonesia. Ia sampaikan bahwa ia akan kangen dengan buah "Rambutan Rabie". Itu katanya. Saya coba dengar penjelasannya "the very sweet hairy fruit, but not so hairy. Even in their green hairy skin, the small fruits are very sweet". Owalah...Rupanya yang ia maksud adalah Rambutan Rapiah. Ya itu memang ciri ciri khas rambutan Rapiah!!.
Rambutan Rapiah memang punya rasa unik. Dan saya rasa ini khas Indonesia. Bahkan rambutan dari Thailand yang terkenal manis tak bisa mengalahkan rambutan Rapiah ini.
Rambutan ini sering disebut Rapiah. Beberapa pedagang menyebut Rabiah. Yang lainnya menyebut Rafiah. Dan si bule itu menyebut "Rambutan Rabie'. Haha...Okaylah.....Ini mirip mirip bagaimana orang memanggil nama saya. Tentu saja kawan kawan memanggil saya Leya. Tetapi di lapang, ibu ibu di desa memanggil saya Ibu Liyah. Kadang kadang Ibu Layla. Boleh juga Ibu Lia. Â Jangan lupa, ada yang memanggil saya bu Ela. Jadi, pengucapan Leya bisa beragam di telinga orang yang berbeda. Seperti itulah orang menyebut rambutan Rapiah.
Untuk kepentingan konsistensi, saya sebut saja Rapiah. Rambutan Rapiah memang istimewa. Manis sampai ke buah terkecil dan titik akhir. Kecil. Botak. Manis. Ngelotok. Tak heran sering disebut sebagai Rambutan Lengkeng. Saking manisnya. Hm....
Okay, kita diskusikan ciri khas Rapiah. Pertama, rambutnya pendek cepak. 'Crew Cut"? Hahah. Kedua, rasanya manis 'utuh'- solid tanpa asam. Ketiga, ngelotok. Keempat, kering. Kelima, ada Surat Keputusan bernomor 156/Kpts/TP.240/3/1985 yang diterbitkan Pemerintah DKI pada tanggal 12 Maret 1985.menyebut ciri cirinya "memiliki pelat pada kulitnya dan meskipun warnanya masih hijau kekuningan, namun sudah memiliki rasa yang manis dengan daging buah yang mengelotok". Ini istimewa. Memang, ukuran Rapiah cenderung kecil. Karena rasanya manis pasa semua warna Rapiah, seringkali pedagang menjualnya dengan berbagai ukuran - sedang maupun kecil dan kecil sekali; dan semua warna merah, kuning maupun hijau.
Dan, selayaknya lagu 'Pepaya, Mangga Pisang Jambu:, maka rambutan ini berasal dari Pasar minggu Jakarta Selatan. Ini menurut sumber dari Litbang Pertanian Pemerintah DKI Jakarta.
Namun, belakangan kita dapatkan juga bahwa di Kalimantan Timur ditemukan varitas semacam Rapiah yang dinyatakan sebagai buah lokal oleh  Bupati Kalimantan Timur dalam pemberitaan oleh Antara.Â
Dari asalnya, Rambutan (Nephelii lappacei) banyak ditanam sebagai pohon buah. Di luar Jawa, khususnya di Kalimantan Timur, Rambutan dikenal sebagai tumbuhan liar. Rambutan juga tumbuh di Filipina. Rambutan adalah tumbuhan tropis. Catatan dari beberapa sumber menyebutkan bahwa tumbuhan ini memerlukan iklim lembab dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2000 mm. Juga, rambutan adalah tanaman dataran rendah hingga ketinggian 300-600 mdpl. Tinggi pohon rambutan bisa 15 sampai 25 meter. Buah rambutan sendiri siap dipanen pada 120 hari setelah berbunga.
Dipercaya, rambutan mengandung vitamin A, C, juga protein, karbohidrat, dan serat. Juga disebutkan ia mengandung mineral seperti kalsium, niacin, zat besi, potassium, fosfor, magnesium dan zinc. Ada bberapa yang menyebut rambutan menambah produksi sel darah merah dan meningkatkan daya tahan tubuh juga bisa untuk menyembuhkan penyakit hipertensi, diare, radang, dan lainnya. Tentu penelitian lebih lanjut diperlukan. Yang jelas, kadar gula rambutan Rapiah tinggi dan terdapat vitamin C dan A.
Sayang sekali, terbatas kisah Rambutan Rapiah. Manisnya. Kenyalnya. Keringnya. Ngelotoknya. Â Lebih dari rambutan jenis lain. Rambutan Aceh Lebak, misalnya punya kadar air tinggi. Rambutan Cimacan yang cenderung ada rasa manis dengan cukup rasa masamnya. Rambutan Binjai yang manis tetapi berkulit lebat. Atau Rambutan Sinyonya yang manis tetapi tidak ngelotok.Â